BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan dan belajar.
Perkembangan menghasilkan bentuk-bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung dari tahap aktivitas yang sederhana ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu bergerak secara bengangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian.
Hal ini menunjukkan bahwa sejak masa konsepsi sampai meninggal dunia, individu tidak penah statis, melainkan senantiasa mengalami perubahan-perubahan yang bersifat progresif dan berkesinambungan. Selama masa kanak-kanak hingga remaja misalnya, ia mengalami perkembangan dalam struktur fisik dan mental, jasmani dan rohani sebagai ciri-ciri dalam memasuki jenjang kedewasaan. Demikian seterusnya,, perubahan-perubahan diri individuitu berlangsung tiada henti. Untuk lebih memahami hal itu, kami akan menjabarkannya dalam pembahasan sebagai berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan periodisasi perkembangan?
2. Apa saja tugas perkembangan remaja?
3. Apa saja yang memengaruhi perkembangan fisik, intelektual, emosi, sosial moral, dan identitas diri?
C. Maksud dan Tujuan:
Pada makalah Perkembangan Peserta Didik kali ini memiliki maksud dan tujuan:
1. Untuk memberikan informasi periodisasi masa remaja dan ciri khasnya, pubertas remaja awal dan remaja dan akhir;
2. Memberikan informasi tentang tugas perkembangan remaja;
3. Untuk mengetahui perkembangan fisik (termasuk perkembangan psikoseksual), intelektual, emosi, sosial moral, dan identitas diri;
4. Dan juga untuk memenuhi tugas makalah.
BAB II
URAIAN
A. Periodisasi Remaja dan Ciri Khasnya
Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja (dalam Santrock, 1999), dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Bila terarah dengan baik, ia akan menjadi seorang yang memiliki rasa tanggung jawab. Tetapi, jika tidak dibimbing, maka bisa menjadi seorang tak memiliki masa depan dengan baik.
Pendapat para ahli mengenai periodisasi yang bermacam-macam dapat digolongkan dalam tiga bagian:
a. Periodisasi berdasarkan biologis
1. Menurut Aristoteles
Periodisasi berdasarkan keadaan atau proses biologis tertentu dan Aristoteles menggambarkan perkembangan anak sejak lahir sampai dewasa dalam tiga periode sebagai berikut:
a) Fase anak kecil, dari usia 0-7 tahun (masa bermain);
b) Fase anak sekolah, dari usia 7-14 tahun (masa belajar atau masa sekolah rendah);
c) Fase remaja, dari usia 14-21 tahun (masa peralihan dari anak menjadi orang dewasa).
Pembagian Aristoteles ini berdasarkan atas gejala pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu ke fase kedua dibatasi oleh penggantian gigi, kemudian ditandai dengan bekerjanya kelenjar kelengkapan kelamin.
2. Menurut Kretscmer
Perkembangan individu dari lahir sampai dewasa melewati empat tahap, yaitu:
a) Tahap I: ± 0-3 tahun, fullungs (pengisisan) periode I, pada fase ini anak kelihatan pendek gemuk;
b) Tahap II: ± 3-7 tahun, streckungs (rentangan) periode I, pada periode ini anak kelihatan langsing;
c) Tahap III: ± 7-13 tahun, fullungs periode II anak kelihatan gemuk kembali;
d) Tahap IV: ± 13-20, streckungs periode II anak kembali kelihatan langsing.
3. Menurut Elizabeth Hurlock
Perkembangan individu memiliki lima tahap, yakni:
a) Tahap I: fase prenatal (sebelum lahir), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran sekitar sembilan bulan atau 280 hari;
b) Tahap II: infancy (orok), mulai lahir hingga usia 10 atau 14 hari;
c) Tahap III: babyhood (bayi), mulai dari usia dua minggu sampai dua tahun;
d) Tahap IV: childhood (kanak-kanak), mulai usia dua tahun hingga masa remaja;
e) Tahap V: adolesencel puberty, mulai usia 11 atau 13 tahun sampai usia 21 tahun;
a. Periodisasi berdasarkan psikologi.
Ada beberapa pendapat mengenai periodisasi perkembangan berdasarkan psikologi yakni:
1. Menurut pendapat Oswald Kroch
Beliau menjadikan masa-masa kegoncangan sebagai dasar pembagian masa perkembangan, karena yakin bahwa masa kegoncangan yang khas dan dialami oleh setiap anak dalam perkembangannya.
Masa kegoncangan ini disebut “Trotz periode”. Selama perkembangan anak mengalami dua kali Trotz periode. Kedua Trotz periode inilah yang membatasi antara fase satu dengan lainnya. Oswald Kroch membagi masa perkembangan anak menjadi tiga fase:
a) Fase Trotz I, usia 0-3 tahun (masa anak-anak awal);
b) Fase Trotz II, usia 3-13 tahun (masa keserasian sekolah);
c) Fase Trotz III, usia 12 tahun, akhir remaja biasa (masa kematangan);
2. Menurut pendapat Robert J Havighurst
Menyebutkan fase-fase perkembangan dari anak sampai tua sebagai berikut:
a) Infancy dan early childhood (masa sekolah), usia 0-6 tahun;
b) Middle childhood (masa sekolah), usia 6-12 tahun;
c) Adolescence (masa remaja), usia 12-18 tahun;
d) Early adulthood (masa awal dewasa) usia 18-30 tahun;
e) Middle age (masa dewasa lanjut), usia 30-50 tahun;
f) Old age (masa tua hingga meninggal), usia 50 tahun ke atas.
3. Menurut Prof Kohnstamm
Membagi periode perkembangan anak menjadi beberapa fase:
a) Periode vital, usia 0-1 tahun disebut masa menyusu;
b) Periode estetis, usia 1-6 tahun disebut masa bermain;
c) Periode inteletuli, usia 6-12 tahun, disebut masa sekolah;
d) Periode sosial, usia 12-21 tahun disebut masa pemuda dan masa adolescence;
e) Periode manusia matang, usia 21 tahun ke atas disebut masa dewasa.
4. Menurut Charlotte Bubler
Masa perkembangan anak dan pemuda adalah sebagai berikut:
a) Masa pertama, usia 0-1 tahun. Anak berlatih mengenal lingkungan dengan berbagai macam gerakan. Pada waktu lahir mengalami dunia tersendiri yang tak ada hubungan dengan belajar berjalan dan berbicara;
b) Masa kedua, usia 2-4 tahun. Keadaan dunia luar semakin dikuasai dan dikenalnya melalui bermain, kemajuan bahasa dan pertumbuhan kemauannya. Dunia dilihat dan dinilai menurut keadaan dan sifat batinnya. Bila ia berusia tiga tahun, ia akan mengalami krisis pertama (trotzalter I);
c) Masa ketiga, usia 5-8 tahun. Keinginan bermain berkembang menjadi semangat bekerja dan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan semakin tinggi, demikian pula rasa sosialnya. Pandangan terhadap dunia sekelilingnya ditinjau dan diterima secara objektif;
d) Masa keempat, usia 9-13 tahun. Keinginan maju dan memahami kenyataan mencapai puncaknya, pertumbuhan jasmani subur dan kondisi kejiwaanya tampak tenang. Ketika usia 12-13 tahun (bagi perempuan) dan 13-14 tahun (bagi pria), mereka mengalami masa krisis dalam proses perkembangannya. Masa ini timbul kritik terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh petimbangan, mengutamakan tenaga sendiri disertai berbagai pertentangan yang timbul dalam dengan dunia lingkungan;
e) Masa kelima, usia 14-19 tahun. Masa pubertas mencapai kematangan, anak yang berada masa puber selalu merasa gelisah karena mereka mengalami sturm und drang (ingin memberontak, gemar mengeritik, suka menentang). Akhir pubertas sekitar usia 17 tahun, anak mulai perpaduan (sintetis) berkat keseimbangan antara dirinya dengan pengaruh dunia lingkungannya. pertanda bahwa remaja masuk pada usia matang yaitu membentuk pribadi, menerima norma-norma budaya dan kehidupan setelah keseimbangan diri.
b. Psikologi berdasarkan didaktis
Dasar didaktis yang digunakan dalam pembagian masa-masa perkembangan di sini ada beberapa kemungkinan:
- Apa yang harus diberikan kepada anak-anak pada masa-masa tertentu?
- Bagaimana cara mengajar anak-anak didik pada masa tertentu?
Mengenai tahapan perkembangan pribadi manusia dari sudut tinjauan teknis umum penyelenggaraan pendidikan dapat diambilkan beberapa pendapat para ahli.
1. Menurut John Amos Comenius
Beliau mengelompokkan perkembangan pribadi manusia menjadi lima tahap:
a) Tahap enam tahun pertama (0-6 tahun) biasa disebut periode sekolah ibu (scola maternal). Tahap perkembangan fungsi penginderaan yang memungki8nkan anak mulai mapu mengenal lingkungannya dan disebut sebgai periode sekolah ibu. Karena semua usaha bimbingan dalam mengenal lingkungan berlangsung di tengah keluarga. Terutama aktivitas ibu sangat menentuksn kelancaran proses pertumbuhan dan perkembangan anak.
b) Tahap enam tahun kedua (6-12 tahun) sering disebut sekolah bahasa ibu (scola vermacula). Sebagai tahap perkembangan fungsi ingatan dan imajinasi individu karena anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri atau bahasa ibu. Bahasa ibu dipakai sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain, untuk mendapatkan pengaruh dari luar berupa pengasuh, sugesti, serta transmisi kultural dari orang dewasa dan diapaki untuk mengekspresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.
c) Tahap enam tahun ketiga (12-18 tahun) atau periode sekolah latin (scola latina) yaitu, tahap perkembangan fungsi intelektual. Anak mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa kebudayaan yang ada pada saaiitu dianggap paling tinggi dan paling kaya kedudukannya. Bahasa tersebut diajarkan pada anak agar mereka mencapaui taraf beradab dan berbudaya.
d) Tahap kematangan pribadi (24 tahun) yaitu tahap ketika intelek memimpin perkembangan semua aspek kepribadian menuju kematangan pribadi dengan kemampuan mengasihi Tuhan dan sesama manusia.
2. Menurut Jean Jackues Rousseav
Dia berpendapat bahwa dalam perkembangannya, anak-anak mengalami bermacam sifat dan ciri perkembangan yang berbeda dari satu fase ke fase lainnya. Masa-masa perkembangan itu adalah:
a) 0-2 tahun adalah tahap asuhan;
b) 2-12 tahun adalah tahap pendidikan;
c) 12-15 tahun adalah tahap pendidikan akal;
d) 15-20 tahun adalah tahap pembentukan watak dan pendidikan agama.
3. Menurut Harvey A Tilker PHd dan Elizabeth B Hurlock
Hakekat perkembangan manusia yang berlangsung sejak konsepsi sampai mati, dengan pembagian periodisasinya sebagai berikut:
a) Masa sebelum lahir (prenatal) selama 9 bulan atau 280 hari
Ciri-cirinya:
o Ditentukannya sifat-sifat bawaan dan jenis kelamin individu;
o Kondisi ibu sangat menentukan pola pertumbuhan prenatal;
o Secara proporsional pertumbuhan pada periode ini lebih besar daripada periode lainnya;
o Terdapat banyak bahaya fisik dan psikologis
o Orang-orang yang berarti dapat membentuk sikap kepada si janin
o Pada waktu pembuahan ditentukan beberapa hal, yaitu:
- Sifat-sifat bawaan fisik dan mental psikologis anak;
- Jenis kelamin anak;
- Apakah lahir tunggal atau kembar;
- Posisi anak dalam keluarga;
b) Gangguan-gangguan pada masa prenatal antara lain pertumbuhan otak, kelainan cacat fisik atau keguguran yang diakibatkan oleh malnutrisi ibu, kekurangan vitamin dan kelenjar, penggunaan obat-obatan, alcohol, merokok berlebihan, penyakit serta faktor emosi ibu.
o Masa bayi baru lahir (new born) 0,0-2 minggu
Periode ini dibagi menjadi dua bagian:
- Periode Partunate
Periode yang berlangsung sejak janin baru keluar dari rahim ibu sampai tali pusat dipotong
- Periode Neonate
Periode yang berlangsung sekitar akhir minggu kedua setelah kelahiran
Ciri-cirinya masa bayi baru lahir:
• Masa perkembangan yang tersingkat dari periode lainnya;
• Penyesuaian diri untuk kelangsungan hidup atau perkembangan janin;
• Ditandai dengan terhentinya perkembangan
• Pada akhir periode ini apabila si bayi selamat maka akan terjadi perkembangan lebih lanjut;
c) Pada masa bayi baru lahir harus melakukan empat macam penyesuaian diri yang pokok agar tetap hidup, yaitu:
o Penyesuaian diri yang mencakup perubahan suhu;
o Mengisap dan menelan makanan (air susu);
o Bernafas;
o Pembuangan kotoran
d) Masa bayi (babyhood) dari 2 minggu-2 tahun. Ciri-cirinya:
o Masa bayi yaitu masa dasar atau maasa pembentukan dasar kehidupan, karena terbentuknya pola perilaku, sikap dan pola ekspresi emosi;
o Bayi berkembang pesat baik fisik maupun psikologisnya
o Masa bayi selain meningkatnya individualitas, juga merupakan permulaan sosialisasi;
o Masa permulaan berkembangnya penggolongan peran jenis kelamin;
o Masa yang menarik sehingga semua orang senang kepada bayi;
o Merupakan permulaan kreativitas;
e) Masa kanak-kanak awal (early childhood) dari 2-6 tahun. Ciri-cirinya:
o Orangtua menyebutnya problematis atau usia sulit karena sulit dididik;
o Usia main karena sebagian besar hidup anak waktunya dihabiskan untuk bermain;
o Para pendidik menyebutnya anak usia prasekolah yaitu masa persiapan untuk masuk sekolah dasar;
o Usia pra-kelompok karena anak-anak mempelajari dasar-dasar perilaku sosial;
o Usia penjelajah dan usia bertanya, karena anak-anak menjelajahi lingkungan dengan dorongan ingin tahu apa yang ada disekitar dan salah satu cara untuk menjelajahi lingkungan dengan bertanya. Berani dan senang mencoba hal-hal yang baru
Minat umum pada masa ini meliputi:
- Minat kepada agama, terbukti dari keinginan tahu anak yang besar terhadap masalah-masalah agama;
- Minat terhadap diri sendiri menjadikan anak bersikap egocentrisme,ini menunjukkan bahwa anak mulai ada kesadaran terhadap dirinya sendiri;
- Minat terhadap seks dengan sering membicarakannya dengan teman bermain kalau tidak ada teman dewasa;
Minat anak terhadap pakaian karena pengalaman-pengalaman dalam mengenakan pakaian memperoleh pujian-pujian.
f) Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6-12 tahun. Ciri-cirinya:
o Usia tidak rapih karena mereka cenderung tidak memperdulikan atau ceroboh dalam penampilan;
o Usia bertengkar karena sering terjadi pertengkaran antara anak-anak lainnya dengan anggota keluarga;
o Masa menyulitkan karena anak-anak tidak menurut perintah lebih menurut perintah dan lebih menuruti teman-temannya daripada orangtuanya;
o Usia sekolah dasar, karena anaknya masanya untuk masuk atau mengikuti pendidikan sekolah dasar;
o Perhatian utama hidup anak masa ini tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok;
o Anak-anak ingin menyesuaikan diri dengan standar yang disetujui kelompok dalam penampilan, berbicara dan perilaku lainnya
g) Secara relatif anak-anak lebih mudah untuk dididik (di sekolah) dari masa sebelum dan sesudahnya nanti. Masa ini dapat dirinci menjadi dua fase, yaitu: Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar (umur 6,0-atau 7,0 sampai umur 9,0 atau 10,0). Masa ini ditandai dengan sifat-sifat khas sebagai berikut:
o Adanya korelasi yang tinggi antara keadaan jasmani dengan prestasi sekolah;
o Adanya sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan yang tradisional;
o Ada kecenderungan memuji diri sendiri;
o Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak-anak lain
o Apabila anak tidak dapat menyelesaikan tugas maka tugas itudianggap tidak penting;
o Bagi anak-anak umur 6,0 sampai 8,0 tahun menginginkan nilai yang baik.
h) Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (umur kira-kira 9,0 atau 10,0 sampai umur 12,0 atau 13,0). Sifat-sifat khas masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar adalah:
o Anak tertarik perhatiannya kepada kehidupan praktis sehari-hari yang kongkrit;
o Anak bersifat realistik, ingin tahu, ingin belajar, ingin bisa;
o Anak-anak menaruh minat kepada hal-hal dan mata pelajaran tertentu;
o Anak mulai memandang nilai-nilai yang diperoleh (angka raport) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolahnya;
o Anak-anak gemar membentuk kelompok-kelompok untuk bermain bertsama-sama.
Masa keserasian bersekolah ini diakhiri dengan suatu masa perkembangan yang disebut “Masa Pueral”, masa ini sering disebut masa Puber. Sifat-sifat khas masa Pueral ini adalah sebagai berikut:
o Sikap, tingkah laku dan perbuatan anak Puer ditujukan untuk berkuasa;
o Sikap, tingkah laku dan perbuatannya juga ekstravers, mendorong dirinya untuk menyaksikan keadaan di luar dirinya.
Menurut Kilpatrick masa ini disebut dengan masa “competitive Socialization” yaitu masa dimana anak senang bersaing atau mengadakan rivalitas
o Anak Puer sering dijuluki sebagai “tukang jual aksi”, atau si “omong besar”
o Masa puber (puberty) 11/12-15/16 tahun. Ciri-cirinya:
- Haid yang pertama kali pada anak perempuan dan basah malam pada anak laki-laki;
- Puber bagi anak perempuan adalah tiga belas tahun dan bagi anak laki-laki empat belas tahun;
- Perubahan besarnya tubuh;
- Perubahan proporsi tubuh. Hal ini dipengaruhi oleh usia kematangan seksual.
Perubahan pada masa Puber mempengaruhi keadaan fisik, sikap,dan perilaku. Karena akibatnya cenderung buruk, terutama selama awal masa Puber, maka masa Puber sering disebut “masa negatif”.
o Masa remaja (adolescence) 15/16-21 tahun.
Masa remaja dibagi menjadi dua bagian:
- Masa remaja awal, berlangsung hingga umur 17 tahun.
Masa remaja akhir, berlangsung hingga mencapai usia kematangan resmi secara hukum yaitu umur 21 tahun. Ciri-cirinya:
- Perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan;
- Meningkatnya emosi, perubahan emosi banyak terjadi pada awal remaja;
- Merasa ditimbuni masalah dan kesulitan remaja dalam mengatasi masalah individuasi yaitu kesulitan dalam mewujudkan dirinya sebagai seorang yang dewasa;
- Mencari dan menemukan identitas dirinya sendiri
- Usia yang menimbulkan ketakutan karena anggapan masyarakat terhadap remaja bahwa remaja anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya, tidak bertanggung jawab dsb;
- Remaja cenderung untuk memandang kehidupan atau melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya
o Masa dewasa awal (early adulthood) 21-40 tahun.
Adalah masa pencaharian kemantapan dan masa reproduktif yaitu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi, periode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreatifitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Ciri-cirinya:
- Memainkan peran baru seperti peran suami atau istri, orang tua, pencari nafkah dll;
- Apabila mereka menemui kesulitan mereka ragu-ragu untuk meminta pertolongan dan nasehat orang lain karena enggan kalau dianggap belum dewasa
- Perhatian terhadap penampilan, pakaian, tata rias dan lambang-lambang kedewasaan;
- Kegiatan sosial sering dibatasi oleh berbagai tekanan pekerjaan dan keluarga, sehingga hubungan dengan teman-teman kelompok sebaya masa remaja menjadi renggang.
o Masa dewasa madya (middle adulthood) 40-60 tahun. Ciri-cirinya:
- Periode yang ditakuti dilihat dari seluruh kehidupan manusia, orang-orang dewasa tidak akan mengakui bahwa mereka mencapai usia tersebut;
- Masa transisi dimana pria dan wanita mennggalkan ciri-ciri jasmani dan perilaku masa dewasanya dan memasuki kehidupan dengan cirri-ciri jasmani dan perilaku yang baru;
- Perhatian terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya;
- Penyesuaian diri terhadap pekerjaan sangat pelik karena dipengaruhi oleh sikap sosial yang tidak menyenangkan, keharusan pensiun, dll.
- Mempersiapkan diri dalam mendekati masa pensiun
o Masa usia lanjut (later adulthood) 60 tahun keatas. Ciri-cirinya:
- Ketuaan yang bersifat fisik mendahului ketuaan psikologis yang merupakan kejadian yang bersifat umum;
- Meningkatnya ketergantungan fisik dan ekonomi pada orang lain;
- Perubahan yang menyangkut kemampuan motorik, perubahan fisik, fungsi psikologis, system saraf, penampilan dan kemampuan seks;
- Keterkaitan terhadap agama bertambah dan sering dipusatkan pada masalah tentang kematian
- Banyak bahaya fisik seperti penyakitan, gigi banyak yang tanggal, hilangnya kemampuan seksual;
- Bahaya yang bersifat psikologis meliputi perasaan rendah diri, perasaan tak berguna, perasaan tidak enak akibat perubahaan fisik, perasaan bersalah karena menganggur.
B. Tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan (development tasks) yakni tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak di kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, sampai dewasa akhir. Setiap individu harus melakukan tugas itu.
Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangan ini, akan menentukan perkembangan kepribadiannya. Seorang individu yang mampu menjalani dengan baik, maka timbul perasaan mampu, percaya diri, berharga, dan optimistis mengahadapi masa depannya. Sebaliknya, mereka yang gagal, kecewa, putus asa, ragu-ragu, rendah diri, dan pesimistis menghadapi masa depannya.
a. Jenis-Jenis dan Tugas Perkembangan remaja
Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam Helms dan Turner, 1995; Suardiman, 1987; Thornburg, 1982), ada beberapa yaitu sebagai berikut:
- Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis. Perubahan fisiologis yang dialami oleh individu, mempengaruhi pola perilakunya.
- Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini, seorang remaja diharapkan dapat bergaul dan menjalin dengan individu lain yang berbeda jenis kelamin., yang didasarkan atas saling menghargai dan menghormati antara satu dengan lainnya tanpa menimbulkan efek samping negatif.
- Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lain. Ketika sudah menginjak usia remaja, individu memiliki hubungan pergaulan yang lebih luas dibandingkan dengan masa anak-anak sebelumnya.
- Remaja bertugas untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tugas ini, umumnya remaja berusaha mempersiapkan diri dengan menempuh pendidikan formal maupun non-formal agar memiliki taraf ilmu pengetahuan, keterampilan atau keahlian yang profesional.
- Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis. Tujuan utama individu melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian tersebut, ilah untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang keahlian dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti.
E. Perkembangan Emosi
1. Pengertian emosi
Perilaku atau perbuatan kita sehari-hari selalu disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, misalnya senang atau tidak senang. Perasaan-perasaan yang selalu menyertai perbuatan kita tersebut disebut warna efektif. Warna efektif kadang-kadang lemah, tetapi terkadang juga kuat. Jika warna efektif kuat, perasaan-perasaan akan menjadi lebih dalam, lebih luas, dan lebih terarah. Perasaan-perasaan ini disebut emosi. Perasaan lainnya seperti gembira, takut, cemas, benci, dan lain sebagainya.
Emosi dan perasaan adalah dua hak yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat warna efektif dapat dikatan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Contohnya marah yang akan ditunjukkan dalam bentuk diam. Jadi sukar sekali kita mendefinisikan emosi. Jadi, emosi adalah pengalaman efektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi adalah warna efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan-perubahan pada fisik, anatar lain berupa: peredaran darah akan bertambah cepat bila marah, pupil mata membesar bila marah, bulu roma berdiri bila takut, dan lain sebagainya.
2. Karakteristik Perkembangan Emosi
Masa remaja merupakan masa yang penuh badai dan tekanan. Ketegangan emosi meninggi akibat perubahan fisik dan juga kelenjar. Rata-rata emosi para remaja menjadi tinggi karena mereka sedang berada dibawah tekanan sosial dan juga mereka sedang menghadapi kondisi baru, sedangkan selama anak-anak mereka kurang mempersiapkan diri. Tetapi tidak semua remaja mengalami tekanan dan badai dalam hidupnya.
Pola emosi masa remaja adalah sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah: cinta/kasih sayang, gembira, amarah, takut dan cemas, cemburu sedih, dan lain-lain. Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya, dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka. Berikut ini akan dibahas beberapa kondisi emosional.
a. Cinta dan kasih
Faktor penting dalam kehidupan remaja adalah kapasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk mendapatkan cinta dari orang lain. Kemampuan untuk menerima cinta sama pentingnya dengan kemampuan untuk memberinya.
Walaupun para remaja sudah banyak yang bergerak ke dalam dunia bebas, tetapi dalam dirinya masih terdapat sifat kanak-kanaknya. Remaja membutuhkan kasih sayang dari orangtua di rumah yang sama banyaknya dengan apa yang mereka alami pada tahun-tahun sebelumnya.
Kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta menjadi sangat penting, walaupan kebutuhan-kebutuhan akan perasaan itu disembunyikan secara rapi. Para remaja yang berontak secara terang-terangan, nakal, dan mempunyai sikap permusuhan yang besar kemungkinannya disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b. Gembira
Individu pada umumnya dapat mengingat kembali pengalaman-pengalaman yang menyenangkan yang menyenangkan tersebut kita agaknya mempunyai cerita yang panjang dan lengkap tentang apa yang terjadi dalam perkembangan emosional remaja.
Rasa gembira akan dialami apabila segala sesuatunya berlangsung dengan baik dan para remaja akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai seorang sahabat atau bila ia jatuh cinta dan cintanya itu mendapat sambutan (diterima) oleh yang dicintai.
c. Kemarahan dan permusuhan
Rasa marah merupakan gejala yang penting diantara emosi-emosi yang memainkan peranan yang menonjol dalam perkembangan kepribadian. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena rasa marahnya seseorang mempertajam tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya sendiri.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan timbulnya rasa marah kurang lebih sama, tetapi ada beberapa perubahan sehubungan dengan pertambahan umurnya dan kondisi-kondisi tertentu yang menimbulkan rasa marah atau meningkatnya penguasaan kendali emosional.
d. Ketakutan dan Kecemasan
Menjelang balita mencapai masa anak-anak, kemudian masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Beberapa rasa takut sudah teratasi, tetapi masih banyak yang tetap ada. Banyak ketakutan-ketakutan baru muncul karena adanya kecemasan dan rasa berani yang bersamaan dengan perkembangan remaja itu sendiri.
Semua remaja sedikit banyak takut terhadap waktu. Beberapa di antara mereeka merasa takut hanya pada kejadian-kejadian bila mereka dalam bahaya. Beberapa orang mengalami rasa takut secara berulang-ulang dengan kejadiian dalam kehidupan sehari-hari, atau karena mimpi-mimpi, atau karena pikiran-pikiran mereka sendiri. Beberapa orang dapat mengalami rasa takut sampai berhari-hari bahkan sampai berminggu-minggu.
Remaja seperti halnya anak-anak dan orang dewasa, seringkali berusaha untuk mengatasi ketakutan-ketakutan yang timbul dari persoalan-persoalan kehidupan. Tidak ada seorang pun yang menerjunkan dirinya dalam kehidupan dapat tanpa rasa takut adalah menyerah terhadap rasa takut, seperti terjadi bila seseorang begitu takut sehingga ia tidak berani mencapai apa ada sekarang atau masa depan yang tidak menentu.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Dalam sejumlah penelitian, perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor belajar. Kedua faktor itu terjalin erat satu sama lain dan akan mempengaruhi perkembangan intelektual. Hal itu akan menghasilkan suatu kemampuan berpikir kritis, mengingat, dan menghafal. Selain itu, individu akan menjadi reaktif terhadap rangsangan.
Dalam faktor belajar, terdapat metode-metode yang menunjang perkembangan emosi. Diantaranya:
Belajar dengan coba-coba : Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat memberikan kepuasan sedikit atau bahkan tidak memberikan kepuasan.
Belajar dengan cara meniru : Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang dapat membangkitkan emosi orang lain.
Belajar dengan cara mempersamakan diri : Anak akan menirukan reaksi emosional orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat.
Belajar melalui pengondisian : Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat di terima jika suatu emosi terangsang. Dapat melalui pelatihan maupun yang lainnya.
Banyak kondisi sehubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dalam hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan untuk menyatakan emosi. Orang tua dan guru berhak menyadari perubahan ekspresi ini karena tidak berarti emosi tidak lagi berperan dalam kehidupan mereka. Mereka juga tetap membutuhkan rangsangan dan respons untuk mengembangkan pengalaman dan kemampuannya. Bertambahnya umur juga akan berpengaruh signifikan terhadap perubahan irama emosional. Terutama faktor pengetahuan dan pengalaman.
4. Hubungan Antara Emosi dan Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi dan Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari-hari.
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk orang tuanya. Setiap pendapat orag lain dibandingkan dengan teori yang diikuti dan diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukkan dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tatacara, adat istiadat yang berlaku di lingkungan keluarga sering terasa terjadi ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya.
Kemampuan abstraksi menimbulkan kemampuan mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam pikirannya. Situasi ini (yang di akibatkan kemampuan abstraksi) akhirnya dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Di samping itu pengaruh egosentris masih sering terlihat pada pikiran remaja. Misalnya, cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh dan tanpa memperhitungan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan. Contoh yang lainnya, kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Masih sulit membedakan pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri. Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
Pencerminan sifat egois sering dapat menyebabkan ‘kekakuan’ para remaja dalam cara berfikir maupun bertingkah laku. Persoalan yang timbul pada masa remaja adalah banyak bertalian dengan perkembangan fisik yang dirasakan mengganggu dirinya dalam bergaul, karena dikiranya orang lain sepikiran. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tingkah laku yang canggung.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi lain dimana remaja itu justru melebih-lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka merasa dirinya ‘ampuh’ atau ‘hebat’ sehingga berani menantang malapetaka dan menceburkan diri dalam aktivitas yang acap kali dipikirkan atau direncanakan dan biasanya tergolong aktivitas yang membahayakan.
Melalui banyak pengalaman dan penghayata kenyataan dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sifat ego semakin berkurang. Pada akhir masa remaja pengaruh egosentrisitas sudah sedemikian kecilnya, sehingga remaja sudah dapat berhubungan dengan orang lain tanpa meremehkan pendapat dan pandangan orang lain.
5. Perbedaan Individual Dalam Perkembangan Emosi
Bersosialisasi dilakukan oleh setiap orang, baik secara individu maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek terdapat perbedaan individual manusia yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.
Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala hal yang dibutuhkan manusia namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok sosial yang beraneka ragam.
Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola sosial yang sesuai dengan kepribadiannya.
6. Upaya Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Emosi negatif pada dasarnya dapat diredam sehingga tidak menimbulkan efek negatif. Beberapa cara untuk meredam emosi adalah :
Berfikir positif;
Mencoba belajar memahami karakteristik orang lain;
Mencoba menghargai pendapat dan kelebihan orang lain;
Introspeksi dan mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri sendiri, mereka dapat merasakannya;
Bersabar dan menjadi pemaaf;
Mengalihkan perhatian, yaitu mencoba mengalihkan perhatian pada objek lain dari objek yang pada mulanya memicu pemunculan emosi negatif.
Mengendalikan emosi itu penting. Hal ni didasarkan atas kenyataan bahwa emosi mempunyai kemampuan untuk mengkomunikasikan diri pada orang lain. Orang-orang yang dijumpai dirumah atau di kampus akan lebih cepat menanggapi emosi daripada kata-kata.
Cara lainnya adalah dengan mengekspresikan emosi.Ekspresi itu dapat mengembangkan sifat kreativitas seseorang. Ekspresi juga dapat mencegah timbulnya kejadian-kejadian yang tidak diberi kesempatan untuk menjelmakan perasaannya dan menghadapi perasaannya. Tanpa ekspresi, bahan yang terpendam itu dapat membahayakan.
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan emosi, salah satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant Consertium tentang “Unsur-Unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai berikut :
a) Pengembangan Keterampilan Emosional:
Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan;
Mengungkapkan perasaan;
Menilai intensitas perasaan;
Mengelola perasaan;
Menunda pemuasan;
Mengendalikan dorongan hati;
Mengurangi stres;
Memahami perbedaan anatara perasaan dan tindakan;
b) Pengembangan Keterampilan Kognitif
Belajar melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri;
Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial;
Belajar menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dengan pengambilan keputusan;
Belajar memahami sudut pandang oranglain (empati);
Belajar memahami sopan santun;
Belajar bersikap positif terhadap kehidupan;
Belajar mengembangkan kesadaran diri;
c) Pengembangan Keterampilan Perilaku
Mempelajari keterampilan komunikasi non verbal,misal melalui pandangan mata,ekspresi wajah, gerak-gerik, posisi tubuh dan lain-lain;
Mempelajari keterampilan komunikasi verbal, misal mengajukan permintaan dengan jelas, mendiskripsikan sesuatu kepada oranglain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif.
Agar emosi positif pada diri remaja dapat berkembang dengan baik, dapat dirangsang, disikapi oleh orang tua maupun guru dengan cara :
Orangtua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan anak (significant person) dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi-emosi negatif, sehingga tampilannya tidak meledak-ledak;
Adanya program latihan beremosi baik disekolah maupun didalam keluarga, misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak sejalan sebagaimana mestinya;
Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menimbulkan emosi negatif dan upaya-upaya menanggapinya secara lebih baik.
F. Perkembangan Sosial dan Moral Peserta Didik
1. Deskripsi Perkembangan Sosial dan Moral
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi. Meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh-kembang, serta usia dan tugas perkembangannya. Setiap masyarakat memiliki harapan sosial sesuai budaya masyarakat tersebut. Pada masyarakat pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti masuk Taman Kanak-Kanak. Tetapi, budaya masyarakat kota menuntut anak usia tersebut bersekolah di TK.
Istilah moral berasal dari kata Latin Mores yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia mana yang baik dan wajar. Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam kehidupannya dengan kelompok sosial dan masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu sebagai anggota sosial. Moralitas merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan keharmonisan.
Tokoh yang paling terkenal dalam kaitannya dengan pengkajian perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlberg (1995). Melalui desertasinya yang sangat monumental yang berjudul The Development of Modes of Moral Thinking and Choice in the Years 10 to 16.Berdasarkan penelitiannya itu, Kohlberg (1995) menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
a. Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional.
b. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan moralnya.
c. Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
Bagi seorang anak perkembangan moral itu akan di kembangkan melalui pemenuhan kebutuhan jasmaniah (dorongan nafsu fisiologi) untuk selanjutnya dipolakan melalui pengalaman dalam lingkungan keluarga, sesuai dengan nilai-nilai yang di berlakukannya. Maka disinilah sebenarnya letak peranan utama bagi orang-orang yang paling dekat atau akrab dengan anak (terutama ibu) dalam memberikan dasar-dasar pola perkembangan moral anak berikutnya.
Piaget dan Kohlberg menekankan bahwa pemikiran moral seorang anak, terutama di tentukan oleh kematangan kapasitas kognitifnya. Sedangkan disisi lain, lingkungan sosial merupakan pemasok materi mentah yang akan diolah oleh ranah kognitif anak secra aktif.
2. Alternatif Upaya Pengembangan Sosial dan Moral
a. Pengembangan Sosial
a) Cara Peningkatan Potensi Sosial
Para ahli pendidikan menegaskan, ada dua cara untuk menanamkan nilai-nilai sosial dalam pendidikan. Pertama, melalui proses belajar sosial (social learning) atau sosialisasi. Kedua melalui kesetiaan sosial yaitu dengan memainkan peran sosial sesuai dengan nilai yang dianut di masyarakat.
b) Belajar Sosial
Belajar sosial berarti belajar memahami dan mengerti tentang perilaku dan tindakan masyarakat. Peserta didik diajarkan mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola nilai dan tingkah laku dengan standar tingkah laku dimana ia hidup. Selanjutnya, semua sifat dan kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisasi itu, menjadi bagian integratif peserta didik dengan masyarakat. Proses seperti inilah yang dapat menumbuhkan kecakapan sosial peserta didik.
c) Pembentukan Kesetiaan Sosial
Melalui proses pembentukan kesetiaan sosial (formation of social loyalities). perkembangan kesetiaan sosial ini muncul berkat kesadaran peserta didik terhadap kehidupan ditengah-tengah masyarakat. Masyarakat merupakan sumber kesetiaan bagi anggotanya. Sebab-sebab munculnya kesetiaan sosial diantaranya adalah partisipasi sosial, komunikasi dan kerjasama individu dalam kehidupan kelompok. Peserta didik yang hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat secara spontan diterima sebagai anggota baru. Sebagai anggota baru, peserta didik belum mengetahui pola dan system perilaku orang yang ada di sekelilingmya. Contoh sederhananya adalah seperti pada kasus anak yang baru bisa berjalan, setiap anggota masyarakat menyapa, menggandeng dan ikut membantu berjalan anak. Respon anak adalah kemesraan dan afeksi (kepuasan) sehingga berjumpa lagi dengan orang tersebut si anak langsung tersenyum dan bergerak mendekatinya.
Bentuk kesetiaan sosial berkembang menjadi semakin kompleks kepada kelompok yang makin besar. Kesetiaan sosial dimulai dari keluarga, teman sebaya dan sekolah. Biasanya kelompok ini disebut dengan kelompok primer, dimana setiap anggota kelompok dapat berinteraksi secara langsung dan face to face. Kemudian kesetiaan sosial berkembang seiring dengan perkembangan kedewasaan peserta didik, semakin dewasa peserta didik semakin berkembang kesetiaan sosialnya kepada kelompok pekerjaan, kelompok agama, perkumpulan (organisasi), baik kemasyarakatan maupun bangsa. Perkembangan yang lebih luas dan besar ini disebut lingkungan sekunder, seluruh anggota kelompok mencerminkan seorang individu yang komplek.
d) Pengembangan Kecerdasan Sosial
Dalam mengembangkan kecerdasan sosial ada beberapa teknik yang sering dipakai diantanya adalah sebagai berikut:
Teknik Sosialisasi
Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan kita. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu masyarakat–karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu. Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dan sebagainya. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama adanya warisan biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial (Sudjana, 1993).
Sosialisasi juga menuntut adanya lingkungan yang baik yang menunjang proses tersebut, di mana termasuk di dalamnya interaksi sosial. Kasus di bawah ini dapat dijadikan satu contoh tentang pentingnya lingkungan dalam proses sosialisasi. Susan Curtiss (1977) menaruh minat pada kasus anak yang diisolasikan dari lingkungan sosialnya. Pada tahun 1970 di California ada seorang anak berusia tigabelas tahun bernama Ginie yang diisolasikan dalam sebuah kamar kecil oleh orang tuanya. Dia jarang sekali diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Kejadian ini diketahui oleh pekerja sosial dan kemudian Ginie dipindahkan ke rumah sakit, sedangkan orang tuanya ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan dengan sengaja. Pada saat akan diadili ternyata ayahnya bunuh diri.
Sosialisasi melibatkan proses pembelajaran. Pembelajaran tidak sekedar di sekolah formal, melainkan berjalan di setiap saat dan di mana saja. Belajar atau pembelajaran adalah modifikasi perilaku seseorang yang relatif permanen yang diperoleh dari pengalamannya di dalam lingkungan sosial/fisik. Seseorang selalu mengucapkan salam pada saat bertemu orang lain yang dikenalnya; perilaku tersebut merupakan hasil belajar yang diperoleh dari lingkungan dimana dia dibesarkan.
Berdasarkan teori pembelajaran sosial, pembelajaran terjadi melalui dua cara. (1) dikondisikan, dan (2) meniru perilaku orang lain. Tokoh utama pendekatan pertama adalah B.F. Skinner (1953), yang terkenal dengan konsep operant conditioning – Berdasarkan berbagai percobaan melalui tikus dan merpati, Skinner memperkenalkan konsepnya tersebut. Perilaku yang sekarang ditampilkan merupakan hasil konsekuensi positif atau negatif dari perilaku yang sama sebelumnya. Seorang anak rajin belajar karena memperoleh hadiah dari orang tuanya. Seorang murid yang mempeoleh nilai baik, dipuji-puji didepan orang banyak. Memuji, memberi imbalan, merupakan cara untuk memunculkan bentuk perilaku tertentu. Memarahi, memberi hukuman, merupakan cara untuk menghilangkan perilaku tertentu. Dengan demikian jika generasi awal ingin melestarikan berbagai bentuk perilaku kepada generasi sesudahnya, maka kepada setiap perilaku yang dianggap perlu dilestarikan harus diberikan imbalan. Seorang anak diminta berdoa sebelum makan, dan setelah selesai berdoa, orang tuanya memujinya.
Teknik SPACE
Albrecht dalam bukunya The New Science of Success menyebutkan lima elemen kunci yang bisa mengasah kecerdasan sosial kita, yang ia singkat menjadi kata SPACE. Elemen pertama adalah kata S yang merujuk pada kata situational awareness (kesadaran situasional). Makna dari kesadaran ini adalah sebuah kehendak untuk bisa memahami dan peka akan kebutuhan serta hak orang lain. Orang yang tanpa rasa dosa mengeluarkan gas di lift yang penuh sesak itu pastilah bukan tipe orang yang paham akan makna kesadaran situasional. Demikian juga orang yang merokok di ruang ber AC atau yang merokok di ruang terbuka dan menghembuskan asap secara serampangan pada semua orang disekitarnya.
• Elemen yang kedua adalah presense (atau kemampuan membawa diri). Meliputi etika penampilan seseorang, tutur kata dan sapa yang seseorang bentangkan, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Setiap orang pasti akan meninggalkan impresi yang berlainan tentang mutu presense yang dihadirkannya. Seseorang tentu bisa mengingat siapa rekan atau atasan yang memiliki kualitas presense yang baik dan mana yang buruk.
• Elemen yang ketiga adalah authenticity (autensitas) atau sinyal dari perilaku kita yang akan membuat orang lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan sejumput ketulusan. Elemen ini amat penting sebab hanya dengan aspek inilah kita bisa membentangkan berjejak relasi yang mulia nan bermartabat.
• Elemen yang keempat adalah clarity (kejelasan). Aspek ini menjelaskan sejauh mana seseorang dibekali kemampuan untuk menyampaikan gagasan dan ide secara renyah dan persuasif sehingga orang lain bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Seringkali seseorang memiliki gagasan yang baik, namun gagal mengkomunikasikannya secara cantik sehingga atasan atau rekan kerja kita tidak berhasil diyakinkan. Kecerdasan sosial yang produktif hanya akan bisa dibangun manakala seseorang mampu mengartikulasikan segenap pemikiran dengan penuh kejernihan.
• Elemen yang terakhir adalah empathy (atau empati). Aspek ini merujuk pada sejauh mana kita bisa berempati pada pandangan dan gagasan orang lain. Dan juga sejauh mana kita memiliki ketrampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain. Kita barangkali akan bisa merajut sebuah jalinan relasi yang guyub dan meaningful kalau saja kita semua selalu dibekali dengan rasa empati yang kuat terhadap sesama rekan kita.
e) Pengembangan Moral
Tahap-tahap perkembangan moral menurut Lawrence E. Kohlbert (1995), yaitu sebagai berikut:
a) Tingkat Prakonvensional
Tingkat prakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral masih ditafsirkan oleh individu/anak berdasarkan akibat fisik yang akan diterimanya baik berupa sesuatu yang menyakitkan atau kenikmatan. Tingkat prakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik pada perubahan menentukan baik buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghidari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.
Orientasi relativis-instrumental
Pada tahap ini, perbuatan dianggap benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia diipandang seperti huubungan di pasar yang berorientasi pada untung-rugi.
b) Tingkat Konvensional
Tingkat konvensional atau konvensional awal adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dipatuhi atas dasar menuruti harapan keluarga, kelompok, atau masyarakat. Tingkat konvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau desebut orientasi “Anak Manis”
Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui oleh mereka.
Orientasi hukum dan ketertiban
Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap, penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri, menhormati otoritas, aturan yang tetap, dan penjagaan tata tertib sosial yang ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dalam dirinya.
c) Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berdasarkan Prinsip
Tingkat pascakonvensional adalah aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral dirumuskan secara jelas berdasarkan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut. Tingkat pascakonvensional memiliki dua tahap, yaitu:
Orientasi kontrak sosial legalitas
Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian. Artinya perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat pribadi sesuai dengan relativisme nilai tersebut. Terdapat penekanan atas aturan prosedural untuk mencapai kesepakatan, terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, dan hak adalah masalah nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang hukum, persetujuan bebas, dan kontrak merupakan unsur pengikat kewajiban.
Orientasi prinsip dan etika universal
Pada tahap ini, hak ditentukan oleh suara batin sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu kepada komprehensivitas logis, universalitas, dan konsestensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan peraturan moral konkret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip universal keadilan, resiprositas, persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi.
G. Perkembangan Identitas diri
Identitas diri adalah komponen yang membentuk konsep tentang diri pada individu. Sedangkan yang dimaksud dengan konsep diri adalah semua hal yang berkaitan dengan pemikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya, yang juga akan mempengaruhi hubungan individu dengan orang lain.
Pembentukan identtitas diri ini, dimulai pada masa bayi dan akan terus berlangsung sepanjang masa kehidupan. Walaupun demikian, identitas diri akan dipermasalahkan ketika anak telah memasuki masa remaja. Karena identitas diri termasuk salah satu tugas perkembangan masa remaja.
Eric Erikson adalah salah satu tokoh yang membahas tentang tahap perkembangan identitas diri pada remaja. Dalam teori tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson, terdapat tahap identity vs identity confusion, yakni tahap perkembangan kelima.
Pada tahap identity vs identity confusion, remaja akan berusaha mencari, mencermati dan memutuskan siapa dirinya, bagaimanakah dirinya, serta akan kemana mereka. Remaja akan menyadari arti penting bertanggung jawab terhadap diri mereka dan kehidupan mereka nantinya. Sehingga ia akan mulai menentukan, kehidupan dan jalan seperti apa yang akan mereka tempuh.
Status identitas individu ditentukan oleh peran krisis yang mereka alami dan bagaimana mereka berkomitmen. James Marcia membagi status identitas menjadi 4, yaitu antara lain :
1. Identity diffusion yaitu ketika individu belum mengalami krisis dan juga belum berkomitmen.
2. Identity foreclosure yaitu ketika individu sudah berkomitmen namun belum mengalami krisis.
3. Identity moratorium yaitu ketika individu sudah mengalami krisis dalam hidupnya namun belum berkomitmen.
4. Identity achievement yaitu dimana individu telah mengalami krisis dan sudah berkomitmen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Periodisasi perkembangan adalah masa-masa perkembangan dengan ciri pertumbuhan dan perkembangan yang terdapat pada masing-masing fase. Macam-macam periodisasi perkembangan:
a. Periodisasi berdasarkan biologis
b. Periodesasi berdasarkan psikologi
c. Periodesasi berdasarkan diktatis
d. Periodisasi Perkembangan
a) Masa sebelum lahir (prenatal) selama 9 bulan atau 280 hari
b) Masa bayi baru lahir (new born) 0,0-2 minggu
c) Masa bayi (babyhood) dari 2 minggu-2 tahun
d) Masa kanak-kanak awal (early childhood) dari 2-6 tahun
e) Masa kanak-kanak akhir (later childhood) 6-12 tahun
f) Masa puber (puberty) 11/12-15/16 tahun
g) Masa remaja (adolescence) 15/16-21 tahun
h) Masa dewasa awal (early adulthood) 21-40 tahun
i) Masa dewasa madya (middle adulthood) 40-60 tahun
j) Masa usia lanjut (later adulthood) 60 tahun keatas
2. Jenis dan tugas perkembangan remaja
a. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis
b. Belajar bersosialisasi sebagai seorang laki-laki maupun perempuan
c. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lain.
3. Emosi dan perasaan adalah dua hak yang berbeda. Tetapi perbedaan antara keduanya tidak dapat dinyatakan dengan tegas. Emosi dan perasaan merupakan suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat warna efektif dapat dikatan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi.
4. Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial atau proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi.
Saran
1. Perkembangan remaja memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Bila terarah dengan baik, ia akan menjadi seorang yang memiliki rasa tanggung jawab. Tetapi, jika tidak dibimbing, maka bisa menjadi seorang tak memiliki masa depan dengan baik. Maka peran guru dan orangtua sangat menentukan pembentukan karakter pada masa depannya.
2. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangan ini, akan menentukan perkembangan kepribadiannya. Seorang individu yang mampu menjalani dengan baik, maka timbul perasaan mampu, percaya diri, berharga, dan optimistis mengahadapi masa depannya. Sebaliknya, mereka yang gagal, kecewa, putus asa, ragu-ragu, rendah diri, dan pesimistis menghadapi masa depannya.
3. Masa remaja merupakan masa yang penuh badai dan tekanan. Ketegangan emosi meninggi akibat perubahan fisik dan juga kelenjar. Pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka harus dapat mengontrolnya.
4. Upaya alternatif pengembangan sosial dan moral dengan cara: pertama, melalui proses belajar sosial (social learning) atau sosialisasi. Kedua melalui kesetiaan sosial yaitu dengan memainkan peran sosial sesuai dengan nilai yang dianut di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://m.kompasiana.com/teguh_prasettiyo/psikologi-perkembangan_5510a2588133115334bc6d22 [diakses: 13 September 2015]
2. Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.
3. Prof. Dr. H. Baharuddin, M. Pd. I. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009
4. Rohmah, Elfi Yuliani. Psikologi Perkembangan. Ponorogo: STAIN PO. PRESS, 2005
5. Sabri, Drs.M. Alisuf. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001.
6. Yusuf, Dr. H. Syamsu. Psikologu Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
7. Desmita. Psikologi Perkembangan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 4.
8. Drs. M. Alisuf Sabri. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001),146.
9. Dr. H. Syamsu Yusuf LN. M. Pd. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 21
10. Drs. M. Alisuf Sabri. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001),147.
11. Elfi Yuliani Rohmah, M. Pd. I, Psikologi Perkembangan (Ponorogo: STAIN PO. PRESS, 2005),58.
12. Prof. Dr. H. Baharuddin, M. Pd. I. Pendidikan & Psikologi Perkembangan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), 108.
13. Drs. M. Alisup Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,2001), 149.
14. http://fariz-rifai.blogspot.co.id/2012/03/perkembangan-intelektual-remaja.html?m=1 (diakses: 15 September 2015)
15. http://m.kompasiana.com/kris14900070/fase-laten-dan-fase-genital_55488007af7e61b90f8b4571 (diakses: 15 September 2015)
16. https://h2dy.wordpress.com/2008/12/10/perkembangan-psikoseksual-remaja/ (diakses: 15 September 2015)
17. http://bksmpn2turi.blogspot.co.id/2012/03/perkembangan-psikoseksual-yang-sehat.html?m=1 (diakses: 15 September 2015)
18. http://kbbi.web.id/egosentrisme (diakses: 15 September 2015)
No comments:
Post a Comment