BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan ini sering kita mendengar tentang kepribadian, tapi apakah itu? Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, temperamen, ciri khas, dan perilaku seseorang. Sikap tersebut terwujud dalam tindakan seseorang bila dihadapkan kepada situasi tertentu. Setiap orang memiliki kecenderungan perilaku yang berlaku terus-menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi tertentu, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Kepribadian memiliki beberapa unsur penting:
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu unsur dasar yang mengisi akal dan juga alam jiwa orang yang sadar. Di dalam alam sekitar manusia terdapat berbagai macam hal-hal yang diterimanya lewat panca inderanya masuk ke dalam berbagi sel-sel pada bagian tertentu dari otaknya.
Di dalam otak itu semuanya diproses menjadi susunan-susunan dipancarkan oleh individu ke alam sekitar, yang dikenal dengan sebutan ‘persepsi’ yaitu, ‘seluruh proses akal manusia yang sadar’. Ada kalanya suatu persepsi dapat diproyeksikan kembali menjadi suatu penggambaran yang berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian.
Penggambaran terfokus dengan secara lebih intensif terjadi sebab pemusatan secara intensif di dalam pandangan psikologi biasanya disebut dengan ‘pengamatan’. Penggambaran mengenai lingkungan dengan fokus beberapa bagian yang paling menarik sering kali diolah dengan satu proses dalam akalnya yang menghubungkannya dengan berbagai macam penggambaran sejenisnya, sebelimnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan penggambaran yang baru dengan pengertian dalam istilah psikologi disebut ‘apersepsi’.
Dengan proses kemampuan membentuk penggambaran baru dan abstrak, yang dalam kenyataannya tak mirip dengan salah satu dari sekian macam-macam bahan konkret dari penggambaran yang baru. Penggambaran abstrak yang dalam ilmu sosial sering disebut ‘konsep’. Cara-cara pengamatan menyebabkan bahwa penggambaran tentang lingkungan mungkin ada ditambah-tambah atau pun dibesar-besarkan, tapi ada pula dikurangi atau diperkecil pada bagian tertentu. Penggambaran baru sering kali tidak realistis dalam psikologi disebut dengan ‘fantasi’.
2. Perasaan
Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan. Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang pengetahuannya dinilai sebagai keadaan positif atau pun negatif.
Dapat pula digambarkan seorang individu yang melihat suatu hal buruk atau mendengar suara tidak menyenangkan. Persepsi-persepsi tersebut dapat menimbulkan dalam alam kesadarannya perasaan negatif. Di samping itu,segala macam-macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam kesadaran manusia setiap saat dalam hidupnya.
3. Dorongan Naluri
Kesadaran manusia mengandung berbagi perasaan-perasaan lain yang tak ditimbulkan karena diperanguhi dengan pengeathuannya, tapi karena memang sudah terkandung di dalam organismenya, khususnya di dalam gennya, sebagai naluri. Kemauan yang sudah meruapakan naluri sering disebut dengan “Dorongan”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian kepribadian?
2. Apa pengertian dan penjelasan teori tipologi dari Hippo Crates-Galenus, Sheldon, dan tipologi Kretshmer?
3. Apa sajapengertian dan penjelasanteori kepribadian seperti, psikoanalisis (Sigmund Freud), psikologi analitis (Carl Gustav Jung), individual psychology (Alfred Adler), psikiatri interpersond (Harry S Sullivan)?
4. Faktor penentu apa saja dalam perubahan kepribadian?
C. Maksud dan Tujuan:
Pada makalah Psikologi Pendidikan kali ini memiliki maksud dan tujuan:
1. Untuk memberikan informasi pengertian kepribadian;
2. Memberikan informasi tentang beberapa teori tipologi, yakni Hippo Crates-Galenus, Sheldon, dan tipologi Kretshmer;
3. Untuk mengetahui teori kepribadian seperti, psikoanalisis (Sigmund Freud), psikologi analitis (Carl Gustav Jung), individual psychology (Alfred Adler), psikiatri interpersond (Harry S Sullivan)
4. Menerangkan faktor penentu perubahan kepribadian;
5. Dan juga untuk memenuhi tugas makalah.
BAB II
URAIAN
A. Pengertian Kepribadian
Menurut, Theodore R. Newcombe – Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Lalu menurut, Yinger – Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.
Sedangkan menurut, Cuber – Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.
Dan menurut, M.A.W Bouwer – Kepribadian adalah corak tingkah laku sosial yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini & sikap-sikap seseorang.
B. Teori Tipologi
Tipologi Kepribadian yang tahan uji dan lama sekali mempengaruhi para ahli dalam bidang tipologi adalah tipologi yang dimulai oleh Hippocrates yang kemudian disempurnakan oleh Galenus. Tipologi kepribadian merupakan cara awal menentukan kepribadian dengan mengklasifikasikannya menurut tipologi-tipologi kepribadian awal. Walaupun sekarang, pengklasifikasian ini, tidak dapat dibuktikan secara ilmih, tetapi sangat besar pengaruhnya dalam menuntun perkembangan psikologi dikemudian hari. Bahkan banyak istilah-istilah pada masa itu masih dipakai hingga sekarang.
a. Teori Hippocrates-Galenus
Terpengaruh oleh Kosmologi Empedokles, yang menganggap bahwa alam semesta beserta isinya ini tersusun atas empat unsur pokok, yaitu tanah, air, udara, dan api, yang masing-masing mendukung sifat tertentu, yaitu tanah mendukung sifat kering, air mendukung sifat basah, udara mendukung sifat dingin dan api mendukung sifat panas, maka Hippocrates (460 – 370) berpendapat, bahwa juga di dalam tubuh manusia terdapat sifat-sifat tersebut yang didukung oleh cairan-cairan yang ada di dalam tubuh, yaitu:
Sifat kering didukung oleh Chole mewakili unsur tanah (Chloric). Cirinya: hidup, semangat besar, keras, hatinya mudah terbakar, daya juang besar, optimistis.
Sifat basah didukung oleh Melanchole mewakili unsur air (Melancholis). Cirinya: Mudah kecewa, daya juang kecil, muram, pesimistis. Sifat dingin didukung oleh Phlegma mewakili unsur udara (Phlegmatis). Cirinya: Tak suka terburu-buru, tenang, kalam, tak mudah dipengaruhi, setia.
Sifat panas didukung oleh Sanguis mewakili unsur api (Sanguinis). Cirinya: Hidup, mudah berganti haluan, ramah.Hippocrates Galenus berpendapat, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat empat macam cairan pokok, yaitu chole, melanchole, phlegma, dan sanguis. Sifat kejiwaan tertentu yang khas ini, yang adanya tergantung kepada dominasi cairan dalam tubuh itu oleh Gelenus disebut temperamental.
Ajaran Hippocrate yang kemudian disempurnakan oleh Galenus itu tahan uji sampai berabad-abad; pendapatnya lama sekali diikuti oleh para ahli, hanya dengan variasi yang berbeda-beda. Bahkan sampai dewasa ini pun pengaruh itu masih terasa.
b. Teori Sheldon
Sheldon menggambarkan kepribadian manusia itu sebagai terdiri dari komponen-komponen.
a) Beberapa kejasmanian primer, yang terdiri dari:
Endomorphy. Orang yang komponen endomorphynya tinggi sedang kedua komponen lainnya rendah ditandai oleh: lembut, gemuk, berat badan relatif kurang. Mesomorphy. Orang yang bertipe mesomorphy komponen mesomorphnya tinggi sedang komponene yang lain lagi rendah; otot-otot dominant, pembuluh-pembuluh darah kuat, jantung juga dominan, orang bertipe ini tampak: kokoh, keras, otot kelihatan bersegi-segi, tahan sakit.
Ectomorphy. Orang-orang yang termasuk pada golongan tipe ini organ-organ mereka berasal dari ectoderm yang terutama berkembang yaitu; kulit, sistem syaraf,dengan ciri-ciri: jangkung, dada pipih, lemah, otot-otot hampir tidak nampak berkembang.
b) Komponen kejasmanian sekunder, yang terdiri dari
Dysplasia. Dengan meminjam istilah dari Kretchmer istilah itu dipakai oleh Sheldon untuk menunjukan setiap ketidak tepatan dan ketidak-lengkapan campuran ketiga komponen primer itu pada berbagai daerah dari pada tubuh.
Gynandromorphy. Gynandromorphy itu menunjukan sejauhmana jasmani memiliki sifat-sifat yang biasanya terdapat pada jenis kelamin lawannya. Komponen ini oleh Sheldon dinyatakan dengan huruf “g” jadi orang laki-laki yang memiliki komponen “g” tinggi akan memiliki tubuh yang lembut, panggul besar, dan sifat-sifat wanita yang lain. Seseorang yang memiliki komponen “g” ini maksimal adalah banci. Texture. Ialah komponen yang menunjukan bagaimana orang itu nampaknya keluar
c) Komponen-Komponen Temperament
Komponen-komponen temperament ini terdiri pula atas tiga komponen yaitu:
a. Tipe viscerotonis
Sifat-sifat orang yang bertipe viscerotonis itu ialah:
Sikap tidak tegang (relaxed)
Suka akan hiburan
Gemar makan-makan
Besar kebutuhan akan resonansi orang lain
Tidurnya nyenyak
Bila mengadapi kesukaran membutuhkan orang lain
b. Tipe somatotonis
Sifat-sifat temperament somatotonis ini ialah:
Sikapnya gagah
Perkasa (energetic)
Kebutuhan bergerak besar
Suka terus terang
Suara lantang
Tampak lebih dewasa dari yang sebenarnya
Bila menghadapi kesukaran-kesukaran butuh melakukan gerakan-gerakan
c. Tipe celebrotonis
Sifat-sifat orang yang bertipe cerebrotonis itu adalah:
Sikapnya kurang gagah, ragu-ragu
Reaksinya cepat
Kurang berani bergaul dengan orang banyak (ada sociopobia)
Kurang berani berbicara di depan orang banyak
Kebiasaan-kebiasaannya tetap, hidup teratur
Suara kurang bebas
Tidur kurang nyenyak (sukar)
Tampak lebih muda dari yang sebenarnya
Bila menghadapi kesukaran butuh mengasingkan diri
d) Komponen-komponen psikiatris, yang terdiri atas:
Affective. Yang bentuknya ekstrim terdapat pada para penderita psikosis jenis manis defresif
Paranoid. Yaitu banyak angan-angan, fikiran, gambaran-gambaran yang sangat jauh dari kenyataan.
Heboid. Yaitu bentuk ekstrimnya terdapat pada pra penderita hebehrenia, yaitu suatu bentuk dari pada schzoprenia (sosial, anti sosial)
c. Tipologi Kretshmer
Teori Kretschmer merupakan salah satu hasil karya yang besar pada permulaan abadnya yang di usung oleh Kretschmer seorang ahli penyakit jiwa bangsa Jerman, dalam permulaan abad itu Kretschmer tidak semata-mata membahas masalah konstitusi, dia juga membahas masalah temperamen, sebagaimana terbukti dalam karyanya : Korperbau und Character (1921), walaupun pada dasarnya pandangan atau orientasinya tetap menggunakan dasar konstitusional.
Sehingga tokoh ini menyusun tipologinya berdasarkan pada tipologi konstitusi fisis dan tipologi konstitusi psikis. Dari dua macam tipologinya itu kemudian ditunjukkan adanya hubungan satu sama lainnya, sehingga pendapatnya sangat menarik bagi para ahli-ahli lain dan sempat mendapat sambutan yang positif. Keterkenalan tipologi Kretschmer ini disebabkan oleh adanya hubungan antara tipologi jasmani dan rohani, yang pada dasarnya manusia adalah makhluk monodualisme psikhofisis, yang itu merupakan hakekat hidup manusia.
Berdasar pada pengalaman-pengalamannya selama bekerja sebagai dokter jiwa, ia kemudian menyimpulkan bahwa antara bentuk tubuh dengan sifat-sifat temperamen ada hubungan erat. Sehingga ia mengklasifikasinya sebagai berikut
a) Tipologi konstitusi jasmani (biasanya disebut konstitusi saja)
Berdasarkan atas penyelidikannya terhadap orang-orang yang dirawatnya, maka Kretschmer menggolong-golongkan manusia atas dasar tubuh jasmaninya menjadi empat macam, dengan keterangan sebagai berikut :
b) Piknis atau Stenis
Ukuran mendatar lebih dari keadaan biasa, sehingga kelihatan pendek-gemuk, maka sifat-sifat khas tipe ini adalah badan agak pendek, dada membulat, perut besar, bahu tidak lebar, leher pendek dan kuat, lengan dan kaki agak lemah, kepala agak merosot ke muka di antara kedua bahu, sehingga bagian atas dari tulang punggung tampak sedikit melengkung, banyak lemak sehingga urat-urat dan tulang-tulang tak kelihatan nyata dan sebagainya. Dalam tipe ini bisa memperoleh bentuknya yang jelas setelah orang berumur sekitar 40 tahun.
c) Laptosom atau Asthenis
Ukuran menegak lebih dari keadaan biasa, sehingga tubuh kelihatan jangkung, maka sifat-sifat khas tipe ini adalah badan langsing kurus, rongga dada kecil-sempit, rusuknya mudah dihitung, perut kecil, bahu sempit, lengan dan kaki kurus, tengkorak agak kecil, tulang-tulang di bagian muka kelihatan jelas, muka bulat telur, berat relatif kurang dan sebagainya.
d) Atletis
Ukuran mendatar dan menegak dalam perbandingan seimbang, sehingga tubuh kelihatan selaras, tipe ini merupakan perpaduan antara piknis dan asthenis, maka sifat-sifat khas tipe ini adalah tulang-tulang dan otot-otot kuat, badan kokoh dan tegap, tinggi cukupan, bahu lebar dan kuat, dada besar dan kuat, perut kuat, panggul dan kaki kuat, dalam perbandingan dengan bahu dan dada kelihatan agak kecil, tengkorak cukup besar dan kuat, kepala dan leher tegak, muka bulat telur, lebih pendek dari pada tipe asthenis dan sebagainya.
e) Displatis
Tipe ini merupakan penyimpangan dari ketiga tipe yang telah dikemukakan sebelumnya, tidak dapat dimasukkan ke dalam salah satu di antara ketiga tipe itu, karena tidak memiliki ciri-ciri yang khas menurut tipe-tipe tersebut. Bermacam-macam bagian seolah-olah bertentangan satu sama lainnya. Kretschmer menganggap tipe displastis ini menyimpang dari konstitusi normal. Dalam pada itu perlu dicatat bahwa :
a. Tipe-tipe itu lebih nyata pada pria dan kurang nyata pada wanita.
Prakteknya yang menjadi penting ialah pertentangan piknis dan asthenis.
b. Tipe-tipe tersebut terdapat baik pada orang yang mengalami gangguan jiwa maupun pada orang yang sehat.
C. Teori Kepribadian
Teori merupakan salah satu unsur penting dari setiap pengetahuan ilmiah atau ilmu, termasuk psikologi kepribadian. Tanpa teori kepribadian usaha memahami perilaku dan kepribadian manusia pasti sulit untuk dilaksanakan. Apakah yang dimaksud dengan teori kepribadian ? Menurut Hall dan Lindzey (Koeswara, 1991 : 5), teori kepriadian adalah sekumpulan anggapan atau konsep-konsep yang satu sama lain berkaitan mengenai tingkah laku manusia.
a. Psikoanalisis oleh Sigmund Freud
Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious). Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur cermati (awareness) dalan setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya.
a) Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja Bari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan ingatan) yang masuk kekesadaran (consciousness). Isi daerah sadar itu merupakan basil proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-eksternal. Isi-isi kesadaran itu hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan ke daerah perconscious atau unconscious, begitu orang memindah perhatiannya ke we yang lain.
b) Prasadar (Preconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan clan unconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi-materi daerah taksadar dapat muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar menangkap bahaya yang bisa timbul akibat kemunculan materi tak sadar materi itu akan ditekan kembali ke ketidaksadaran. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.
c) Tak Sadar (Unconscious)
Tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik. Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar. Isi atau materi ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkahlaku sangat kuat namun tetap tidak disadari.
Model perkembangan psikoanalisis dasar, yang terus-menerus dimodifikasi oleh Freud selama 50 tahun terakhir hidupnya, terdiri atas tiga komponen pokok; (1) satu komponen dinamik atau ekonomik yang menggambarkan pikiran manusia sebagai sistem energi yang cair; (2) satu komponen struktural atau topografik berupa sebuah sistem yang memiliki tiga struktur psikologis berbeda tetapi saling berhubungan dalam menghasilkan perilaku; dan (3) satu komponen sekuensial (urutan) atau tahapan yang memastikan langkah maju dari satu tahap perkembangan menuju tahap lainnya, yang terpusat pada daerah-daerah tubuh yang sensitif, tugas-tugas perkembangan, dan konflik-konflik psikologis tertentu.
d) Komponen Dinamik (Energi Psikis)
Semangat (atau arah) perkembangan ilmiah dan intelektual pada akhir abad ke-19 terpusat di sekitar kajian tentang energi, dan Freud menerapkan konsep energi tersebut terhadap perilaku manusia. Ia menyebut energi ini sebagai energi psikis (psychic energy atau energy yang mengoperasikan berbagai komponen sistem psikologis.
Freud berpendapat bahwa insting (instincts) atau dorongan-dorongan psikologis yang muncul tanpa dipelajari adalah sumber utama energy psikis. Insting memiliki dua ciri khas yang sangat penting, yakni: ciri konservatif (pelestarian) dan ciri repetitif (perulangan). Maksudnya, insting selalu menggunakan sesedikit mungkin jumlah energi yang di perlukan untuk melaksanakan aktivitas tertentu dan kemudian mengembalikan organisme kepada keadaannya yang semula, dan hal itu terjadi secara berulang-ulang. Dalam sistem Freud, insting bertindak sebagai perangsang pikiran mendorong individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Insting juga bisa dipandang sebagai gambaran psikologis dari proses biologis yang berlangsung.
e) Komponen Struktural
Id (Das Es)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah unansdous, mewakili subjektivitas yang tidak pemah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.
Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasunprinciple), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimuli yang memicu enerji untuk bekerja – timbul tegangan enerji – id beroperasi dengan prinsip kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan din ke tingkat enerji yang rendah. Pleasure principle diproses dengan dua Cara, tindak refleks (reflex actions) dan proses primer (primaryprocess). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut pemenuhan hasrat (nosh fullment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.
Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau membedaka benar-salah, tidak tabu moral. Jadi hams dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.
f) Ego (Das Ich)
Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (realityprinciple); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan barn atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan metalui proses sekunder (secondaryprocess), yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu disebut uji realita (reality testin ; melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah difikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat difahami sebagian besar daerah operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah prasadar dan daerah tak sadar.
Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspons dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang. resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan berkembang-mencapai-kesempurnaan dan superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri akan memperoleh enegi dari Id.
g) Superego (Das Ueber Ich)
Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealisticprinciple) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dad Ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Super-ego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkahlaku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.
Superego bersifat non-rasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Super-ego juga seperti ego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan tetapi merintangi pemenuhannya. Paling tidak, ada 3 fungsi superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.
Struktur kepribadian id-ego-superego itu bukan bagian-bagian yang menjalankan kepribadian, tetapi itu adalah nama dalam sistem struktur dan proses psikologik yang mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Biasanya sistem-sistem itu bekerja bersama sebagai team, di bawah arahan ego. Baru kalau timbul konflik diantara ketiga struktur itu, mungkin sekali muncul tingkahlaku abnormal.
h) Komponen Sekuensial (Tahapan)
Bagian ketiga dan terakhir dari model Freud adalah komponen tahapan atau komponen sekuensial (sequential or stage component). Bagian ini menekankan pola atau gerak maju organisme melalui tahapan-tahapan perkembangan yang berbeda dan semakin lama semakin adaptif. Menurut Freud, pintu pertama menuju kematangan adalah tahapan perkembangan genital, dimana terbentuk hubungan yang berarti berlangsung terus menerus.
Teori Freuds disebut Teori Psikoseksual
Menurut Freud, para bayi terlahir dengan kemampuan untuk merasakan kenikmatan apabila terjadi kontak kulit, dan para bayi itu memiliki semacam ketegangan di permukaan kulit mereka yang perlu diredakan melalui kontak kulit secara langsung dengan orang lain. Freud menyerupakan kenikmatan ini dengan rangsangan seksual tetapi ia memberi catatan bahwa hal ini berbeda secara kualitatif dari tipe rangsangan seksual yang dialami oleh orang dewasa karena kejadian yang dialami bayi ini lebih bersifat umum dan belum terdiferensiasi. Freud (790511959) menyebut kemampuan untuk mengalami kenikmatan ini dan kebutuhan untuk meredakannya dengan nama seksualitas bayi, yang berbeda dari seksualitas orang dewasa.
Pandangan mengenai seksualitas bayi dan anak-anak ini memicu protes luas orang-orang menentang Freud pada masa-masa akhir era Victorian dan awal abad ke-20. Tetapi Freud dan para pengikutnya, yang mendasarkan pendirian mereka pada pengalaman-pengalaman klinis, bersikukuh pada teori tersebut” Mereka tetap berpegang pada pandangan bahwa kornponen-komponen psikologis-eksperiensial saling terkait dengan disertai pergantian zona-zona erogen secara biologis melalui urutan (sekuen) tertentu. Dengan demikian tahapan-tahapan perkembangan ini disebut sebagai tahapan-tahapan psikoseksual (Psychosexual stages). Teori Freud. memandang bahwa tahapan-tahapan ini bersifat urniversal, berlaku pada sernua anak-anak dimana saja.
Menurut Freud, kemunculan setiap tahapan psikoseksual dan sebagian bentuk perilaku yang terjadi di setiap tahapan dikendalikan oleh faktor-faktor genetik atau kematangan sedangkan isi tahapan-tahapan tersebut berbeda-beda bergantung pada kultur tempat terjadinya perkembangan. Sekali lagi ini memperlihatkan contoh mengenai pentingnya interaksi antara kekuatan keturunan dan kekuatan lingkungan bagi proses perkembangan.
Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu: (1) bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan kepribadian; dan (2) bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap psikoseksual:
1) Tahap oral ( sejak lahir hingga 1tahun )
Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Dua macam aktivitas oral ini, yaitu menelan makanan dan mengigit, merupakan prototipe bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Karena tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.
2) Tahap anal ( usia 1-3 tahun )
Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pada umur dua tahun anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus. Sifat-sifat kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.
3) Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)
Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik membuka jalan bagi timbulnya kompleks Oedipus. Freud memandang keberhasilan mengidentifikasikan kompleks Oedipus sebagai salah satu temuan besarnya.
Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.
4) Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)
Masa ini adlah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar)
5) Tahap genital/kelamin ( masa remaja)
Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.
Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur dan di sistensiskan dengan impuls-impuls genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital tujuan ini dengan memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.
Implementasi teori Freud dalam Praktik Pendidikan
Berdasarkan konsep kunci dari teori kepribadian freud, berikut ini akan dijelaskan beberapa teorinya yang dapat diimplemetasikan dalam pendidikan, yaitu: Pertama, konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Dengan demikian, implementasi pandangan Freud dalam pendidikan sangat memberikan kontribusi yang signifikan, terutama memberikan panduan atau acuan pada guru dalam melakukan pembelajaran dan memberikan bimbingan, sehingga bimbingan benar-benar efektif dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Adapun fungsi-fungsi bimbingan yang dilakukan oleh guru antara lain:
1) Memahami Individual Siswa
Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa. Karena itu, bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara menyeluruh. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya.
2) Preventif dan Pengembangan Individual Siswa
Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventive berusaha mencegah kemerosotan perkembangan seseorang dan minimal dapat memelihara apa yang telah dicapai dalam perkembangannya melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.
Membantu individu untuk menyempurnakan setiap siswa pada saat tertentu ketika membutuhkan pertolongan dalam menghadapi dan menjalani keseharian mereka dan beradaptasi dengan lingkungannya. Bimbingan dapat memberikan bantuan pada siswa untuk penanganan dan pemibimbingan dalam kepgiatan pembelajaran dan membantu memberikan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.
Kedua, konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang dapat digunakan sebagai wahana pencapaian tujuan bimbingan oleh guru, yaitu membantu individu supaya mengerti diri dan lingkungannya, mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, mampu mengelola aktivitas sehari-hari dengan baik dan bijaksana, mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam masyarakatnya.
Ketiga, konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap perjalanan manusia. Dalam system pembinaan akhlak individual, islam menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anknya agar dapat tumbuh kembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Bila sebuah keluarga mampu memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi manusia yang baik.
Keempat, teori freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu dapat digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberikan arti bahwa, materi, metode, dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda.
Kelima, konsep freud tentang ketidaksadaran dapat digunakan dalam proses bimbingan yang dilakukan oleh guru pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.
b. Psikologi Analitis oleh Carl Gustav Jun
Carl Gustav Jung (1875-1961) adalah orang pertama yang merumuskan tipe kepribadian manusia dengan istilah ekstrovert dan introvert, serta menggambarkan empat fungsi kepribadian manusia yang disebut dengan fungsi berpikir, pengindera, intuitif, dan perasa.
Motivasi awal Jung menyelidiki tipologi manusia adalah keinginannya untuk mengerti dan memahami pandangan Freud tentang gangguan mental sangat berbeda dari pandangan Adler.
Pokok kajian Jung sangat khas adalah mengenai arkhetipe-arkhetipe tiap kejadian. Dalam makalah ini, kami membahas tentag stuktur kepribadian yang terdiri dari ego, ketidaksadaran pribadi, serta ketidaksadaran kolektif.
STRUKTUR KEPRIBADIAN
a) Ego
Ego adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi-persepsi, ingatan-ingatan, pikiran-pikiran sadar. Ego melahoirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang, dan berada pada kesadaran.
b) Ketidaksadaran pribadi
Berdekatan dengan ego, yang terdiri dari pengalaman-pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan karena terlalu lemah untuk menciptakan kesan. Dalam ketidaksadaran pribadi terdapat kompleks-kompleks yang merupakan kelompok pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, ingatan-ingatan.
c) Ketidaksadaran kolektif
Merupakan gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang, masa lampau tidak hanya meliputi sejarah ras manusia namun juga leluhur pramunusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif hamper sepenuhnya terleps dari segala segi pribadi individu. Semua manusia memiliki keidaksadaran kolektif yang hampir sama. Jung menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu dengan stuktur otak pada semua ras manusia dan disebabkan oleh evolusi umum.
Ketidaksadaran kolektif merupakan pondasi ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur kepribadian. Di atasnya dibangun aku, ketidaksadaran pribadi, dan semua hal lain yang diperoleh individu. Apa yang dipelajari seseorang sebagai hasil dar pengalaman secara substansial dipengeruhi oleh ketidaksadaran kolektif yang melakukan peran mengarahkan atau menyeleksi tingkah laku sejak awal kehidupan.
Ketidaksadaran memiliki kemungkinan-kemungkinan yang dipisahkan dari alam sadar, karena dengan dipisahkan itu ia mendapatkan semua materi yang bersifat subliminial yaitu semua hal yang sudah dilupakan, maupun kearifan dan pengalaman selama berabad yang tak terhitung jumlahnya tertanam dalam organ-organ arkhetipenya.
Apabila kebijaksanaan dari ketidaksadaran itu diabaikan oleh ego, maka akan mengganggu proses rasional sadar dengan menguasainya danmembelokkannya ke dalam bentuk yang menyimpang. Simtom-simtom, fobia, delusion, irrasionalitas lain berasal dari proses-proses ketidaksadaran yang diabaikan itu.
d) Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsure emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran atau visi yang dalam kehidupan normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi. Asal usul arkhetipe merupakan suatu deposit permanent dalam jiwa dari suatu pengalaman yang secara konstan terulang selama banyak generasi. Misalnya banyak generasi yang telah melihat matahari terbit setiap hari. Pengalaman berulang yang mengesankan ini akhirnya tertanam dalam ketidaksadara kolektif dalam suatu bentuk arkhetipe dewa matahari, badan angkasa yang kuat, berkuasa dan pemberi cahaya.
Arkhetipe-arkhetipe tidak harus berpisah satu sama lain dalam ketidaksadaran kolektif. Mereka saling melengkapi dan berfusi. Arkhetipe pahlawan danarkhetipe laki-laki tua yang bijaksana bisa berpadu menghasilkan “kesatria” seseorang yang dihormati dan disegani karena ia seorang pemimpinberjiwa pahlawan sekaligus arif bijaksana.
Mitos, mimpi, penglihatan-penglihatan, upacara agama, simtom neurotic dan psikotik serta karya senimerupakan sumber pengetahuan paling baik tentang arkhetipe. Diasumsikan terdapat banyak arkhetipe dalam ketidaksadaran kolektif. Beberapa diantaranya yang sudah berhasil diidentifikasikan adalah arkhetipe kelahiran,kelahiran kembali, kematian, kekuasaan ,sihir, kesatuan, pahlawan, anak, Tuhan, setan, laki-laki tua yang bijaksana, ibu pertiwi, binatang.
e) Persona
Persona adalah topeng yang dipakai pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta tuntutan tentang arketipenya sendiri. Ia merupakan peranan yag dibrikan masyarakat kepada seseorang yang diharapkan dimainkan dalam hidupnya. Tujuannya adalah unutk menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan seringkali ia melupakan hakikat kepribadian sesungguhnya. Apabila ego mengidentifikasikan diri dengan persona, maka individu menjadi lebih sadar akan bagian yang dimainkannya daripada perasaanya sesungguhnya. Ia menjasi terasing dari dirinya, dan seluruh kepribadiannya menjadi rata atau berdimensidua. Ia menjadi manusia tiruan belaka, sekedar pantulan masyarakat, bukan seorang manusia otonom.
f) Anima dan Animus
Jung mengaitkan sisi feminis kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe feminine pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus. Erkhetipe ini ditentukan oleh kelenjar-kelenjar seks dan kromosom namun juga ditentukan pengalaman dimana pria dan wanita hidup berdampingan selama berabad lamanya.
Arkhetipe-arkhetipe tidak hanya menyebabkan masing-masing jenis menunjukkan cirri-ciri lawan jenisnya tetapi mereka juga dapat tertarik pada lawan jenisnya. Pria memahami kodrat wanita berdasarkan animanya, wanita memahami kodrat pria berdasarkan animusnya.
g) Bayang-bayang
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Arkhetipe bayang-bayang mengakibatkan munculnya perasaan, tindakan yang tidak menyenangakan dan patutu dicela masyrakat dalam kehidupan dan tingkah laku. Selanjutnya semua ini bisa disembunyikan dari pandangan public oleh persona atau direpresikan kedalam ketidaksadaran pribadi.
h) Diri (self)
Arkhetipe ini mengungkapkan diri sebagai lambang, dan lambang utamanya adalah mandala atau lingkaran magis.Diri adalah tujuan hidup, suatu tujuanyang terus menerus diperjuangkan orang tetapi yang jarang tercapai. Ia memotivasikan tingkah laku manusia dn mencarikebulatan, khususnya melalui cara-cara yang disediakan oleh agama. Pengalaman religius sejati merupakan bentuk pengalaman yang paling dekat dengan ke diri (self-hood) yang mampu dicapai oleh kebanyakan manusia. Jung menemuka diri dalam penelitian-penelitian dan observasinya tentang agama Timur, dimana perjuangan kearah kesatuan dan persatuan dunia melalui praktik ritual keagamaan seperti Yoga yang jauh lebih maju daripada agama di kalangan Barat.
i) Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi.Ekstrover adalah kecenderungan yang mengarahkan kepribadian lebih banyak keluar daripada ke dalam diri sendiri. Seorang ekstrover memiliki sifat social, lebih banyak berbuat daripada merenung dan berpikir. Ia juga adalah orang yang penuh motif-motif yang dikoordinasi oleh kejadian-kejadian eksternal.
Jung percaya bahwa perbedaan tipe kepribadian manusia dimulai sejak kecil. Jung mengtakan bahwa “tanda awal dari perilaku ekstrover seorang anak adalah kecepatannya dalam beradaptasi dengan lingkungan dan perhatian yang luar biasa, yang diperankan pada objek-objek, khususnya pada efek yang diperoleh dari objek-objek itu. Ketakutannya pada obje-objek sangat kecil. Ia hidup dan berpindah antara objek-objek itudengan penuh percaya diri. Karena itu ia bebas bermain dengan mereka dan belajar dari mereka. Ia sangat berani. Kadang ia mengarah pada sikap ekstrem sampai pada tahap risiko. Segala sesuatu yang tidak diketahuinya selalu memikat perhatiannya.
Bentuk neurotic yang sering diderita orang ekstrover adalah hysteria. Hysteria akan semakin besar dan panjang untuk menarik perhatian orang lain dan untuk menimbulkan kesan yang baik bagi orang lain. Mereka adalah orang yang suka diperhatikan, suka menganjurkan, berlebihan dipengaruhi orang lain, suka bercerita, yang kadang mengaburkan kebenaran.
Introvert adalah suatu orientasi kedalam diri sendiri. Secara singkat seorang introvert adalah orang yang cenderung menarik diri dari kontak social. Minat dan perhatiannya lebih terfokus pada pikiran dn pengalamannya sendiri. Seorang introvert cenderung merasa mampu dalam upaya mencukupi dirinya sendiri, sebaliknya orang ekstrover membutuhkan orang lain.
Jung menguraikan perilaku introvert sebagai orang pendiam, menjauhkan diri dari kejadian-kejadian luar, tidak mau terlibat dengan dunia objektif, tidak senang berada di tengah orang banyak, merasa kesepian dan kehilangan di tengah orang banyak. Ia melakukan sesuatu menurut caranya sendiri, menutup diri terhadap pengaruh dunia luar. Ia oran gyang tidak mudah percaya, kadang menderita perasaan rendah diri, karena itu ia gampang cemburu dan iri hati. Ia mengahadapi dunia luar dengan suatu system pertahanan diri yang sistematis dan teliti, tamak sebagai ilmuan, cermat, berhati-hati, menurut kata hati, sopan santun, dan penuh curiga.
Dalam kondisi kurang normal ia menjadi orang yang pesimis dan cemas, karena dunia dan manusia sekitarnya siap menghancurkannya. Dunianya adalah suatu pelabuhan yang aman. Tempat tinggalnya (rumah) adalah yang teraman. Teman pribadinya yang terbaik. Karena itu tidak mengherankan orang-orang introvert sering tampak sebagai orang yang cinta diri tinggi, egois, bahkan menderita patologis.
Salah satu tanda introvert pada diri seorang anak adalah reflektif, bijaksana, tenggang rasa, pemalu, bahkan takut pada objek baru. Sedangkan cirri introvert pada orang dewasa adalah kecenderungan menilai rendah hal-hal atau orang lain.
j) Fungsi Psikologis Kepribadian
Perasaan adalah fungsi evaluasi, ia adalah nilai benda-benda yang bersifat positif maupun neatif bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.Penginderaan adalah fungsi perseptual atau fungsi kenyataan. Ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk representasi dunia.
Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di bawah ambang kesadaran. Orang-orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kebenaran.
Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia berusaha memahami hakikat dunia dan dirinya sendiri.Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai akal, penilaian, abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendriaan dan intuisi dipandang sebagai fungsi irasional karena mereka didasarkan pada persepsi tentang hal yang konkret,khusus, dan aksidental.
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Dinamika kepribadian bersifat rentan terhadap pengaruh-pengaruh dan modifikasi dari luar, ia tidak akan mencapai keadaan stabil yang sempurna, hanya bisa bersifat stabil relative.
a) Energi Psikis
Energi psikis merupakan manifestasi kehidupan, yakni energi organisme sebagai system biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain, yakni dari proses metabolic tubuh. Energi psikis tidak dapat diukur atau dirasakan, namun terungkap dalam bentuk daya-daya actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian,dan perjuangan adalah contoh-contoh dari daya actual dalam kepribadian;disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh daya potensial.
b) Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan unutk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang akan dikeluarkan itu akan muncul di salah satu tempat lain dalam sistem.
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan dari salah satu system, misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu system yang lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan stuktur lain dalam kepribadian.
c) Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa jika dua benda yang berbeda suhunya bersentuhan maka panas akan mengalir dari benda yang suhunya lebih panas ke benda yang suhunya leih dingin. Prinsip entropi yang digunakan Jung unutk menerangkan dinamika kepribadian menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari keseimbangan. Misalnya orang yang terlalu ekstrovert terpaksa mengembangkan bagian introvert dari kodratnya. Kaidah umum dalam psikologi Jungian adalah setiap perkembangan yang berat sebelah akan menimbulkan konflik, tegangan, tekanan, sedangkan perkembangan yang seimbang dari semua unsur kepribadian akan menghasilkan keharmonisan, relaksasi dan kepuasan.
d) Penggunaan Energi
Seluruh energi psikis digunakan untuk keperluan kehidupannya, dan untuk pembiakan spesies. Ini merupakan fungsi instingtif yang dibawa sejak lahir seperti lapar dan seks.
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Jung yakin bahwa manusia tetap berkembang atau berusaha berkembang dari tahap perkembangan yang kurang sempurna ke tahap perkembangan yang lebih sempurna.
a) Kausalitas versus Teleologi
Menurut pandangan ini, kepribadian manusia dipahami menurut ke mana ia pergi bukan di mana ia telah berada. Sebaliknya masa sekarang dapat dijelaskan oleh masa lampau,peristiwa sekarang adalah hasil akibat atau pengaruh dari keadaan sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi ditentukan juga oleh masa depan (teleologi).
b) Sinkronisitas
Prinsip itu diterapkan pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat yang sama, tetapi peristiwa itu tidak disebabkan oleh peristiwa yang lain. Misalnya orang berpikir tentang seseorang lalu orang itu muncul, atau orang bermimpi tentang sakit atau kematian sanak keluarganya, kemudian ia mendengar peristiwa itu terjadi bersamaan dengan mimipinya itu. Jung menunjuk banyak literature tentang telepati jiwa, kewaskitaan, dan tipe-tipe lain sebagai bukti prinsip sinkronisitas.
c) Hereditas
Bagi Jung insting alamiah manusia diwariskan oleh para leluhurnya berkali-kali dan telah melewati berbagai generasi. Potensi yang diwariskan ini memiliki ragam penglaman yang sama seperti leluhur dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.
d) Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun paling awal, libido disalurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncakanya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal-awal tahun dewasa, insting kehidupan dasar dan proses vital meningkat. Orang muda adalah penuh semangat, giat, impulsive, penuh gairah, dan masih banyak tergantung pada orang lain. Inilah periode kehidupan dimana orang belajar bekerja, kawin dan mempunyai anak-anak dan menjadi mapan dalam kehidupan masyarakat.
Ketika individu mencapai usia akhir 30-an atau awal40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Minat-minat dan segala sesuatu yang dikejar pada masa muda kehilangan nilainya dan diganti oleh minat-minat baru yang lebih berbudaya dan kurang biologis. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih introvert dan kurang impulsive. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah fisik dan kejiwaan. Nilai-nilai individu diterapkan dalam kegiatan social, agama, kenegarawan, filosofis. Orang menjadi lebih spiritual.
c. Individual Psychology oleh Alfred Adle
Psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Adler, sebagai suatu sistem yang komparatif dalam memahami individu dan dalam kaitannya dengan lingkungan sosial. Individual psychology atau psikologi individual dikembangkan oleh Alfred Adler dan pengikutnya antara lain adalah Rudolph Drekurs, Martin Son Tesgard, dan Donal Dinkmeyer. Alfred Adler selain siswa juga rekan kerja Freud dan berumur empat belas tahun lebih muda dari Freud. Adler telah menjadi dokter praktek. Ketika bergabung dengan Freud dan ahli lain ketika dibentuknya Masyarakat Psychoanalytic Vienna. Adler keluar dari paham Freud dan Masyarakat Psychoanalytic Vienna dan pada tahun 1911 Adler mulai mengembangkan pemikirannya yang dikenal sebagai Psikologi Individu.
Aliran Psikologi Individual dikenal dengan nama Adlerian Counseling. Adler mengatakan bahwa seorang tidaklah dikendalikan semata-mata untuk memenuhi kesenangannya sendiri tetapi sebaliknya, seseorang dimotivasi oleh rasa tanggung jawab sosial dan kebutuhan untuk berhasil. Adler benar-benar berbicara tentang hubungan sosial, yang mana Individu sibuk mengejar realisasi diri yang dapat mendukung dirinya untuk membuat dunia lebih baik dalam menempatkan hidup. Inilah yang menjadi dasar pemikiran dari teori psikologi individual.
d. Psikiatri Interpersonaloleh Harry S Sullivan
Menurut Harry Stack Sullivan, kepribadian adalah pola yang relatif menetap dari situasi-situasi antar pribadi yang berulang, yang menjadi ciri kehidupan manusia. Sullivan tidak menyangkal pentingnya hereditas dan pematangan dalam membentuk dan membangun kepribadian, namun ia berpendapat bahwa apa yang khas manusiawi adalah interaksi sosial. Pengalaman hubungan antar pribadi telah mengubah fungsi fisiologis organisme menjadi organisme sosial.
Meskipun Sullivan memandang tegas sifat dinamis kepribadian, namun menurutnya ada beberapa aspek kepribadian yang nyata-nyata stabil dalam waktu yang lama: dinamisme, personifikasi, sistem self, dan proses kognitif.
a) Dinamisme (The Dynamism)
Dinamisme adalah pola khas tingkahlaku (transformasi energi, baik terbuka maupun tersembunyi) yang menetap dan berulang terjadi yang menjadi ciri khusus seseorang. Dinamisme yang melayani kebutuhan kepuasan organisme melibatkan bagian tubuh, yakni alat reseptor, efektor dan sistem syaraf. Misalnya, dinamisme makan melibatkan otot mulut dan leher.
b) Personifikasi (Personification)
Personifikasi adalah suatu gambaran─mengenai diri atau orang lain─yang dibangun berdasarkan pengalaman yang menimbulkan kepuasan atau kecemasan. Hubungan yang memberi kepuasan akan membangkitkan image positif, sebaliknya jika melibatkan kecemasan akan membangkitkan image negatif. Misalnya, personifikasi yang dikembangkan oleh bayi mengenai ibunya adalah gambaran ibu baik (good mother) yang diperoleh dari pengalaman ibu menyusui dan merawatnya sehingga menimbulkan kepuasan atau gambaran ibu buruk (bad mother) yang diperoleh dari pendekatan ibu yang menimbulkan kecemasan dan takut).
Ketika bayi mulai membedakan diri dengan lingkungannya, mulai terbentuk personifikasi diri dan orang lain. Gambaran tentang diri sendiri yang berkembang adalah saya baik (good-me) yang dikembangkan dari pengalaman dihadiahi, dimulai dengan hadiah kepuasan makan. Personifikasi saya buruk (bad-me)dikembangkan dari pengalaman kecemasan akibat perlakuan ibu atau pengalaman ditolak atau dihukum. Baik good-me maupun bad-me bergabung ke dalam gambaran diri.
Personifikasi diri yang ketiga, bukan saya (not me) dikembangkan dari pengalaman kecemasan yang sangat, seperti kekerasan fisik atau mental. Not memenggambarkan aspek yang dipisahkan dari self dan disertai dengan emosi unkani(uncanny) atau emosi yang mengerikan dan berbahaya. Not me tidak pernah diintegrasikan ke dalam kepribadian, dan tetap dipertahankan sebagai sistem terpisah, yang bagi orang normal kadang muncul dan dianggap “mimpi buruk.” Sedang orang yang menderita gangguan mental yang serius, mungkin berhadapan dengan bukan saya sebagai sesuatu yang sangat nyata.
c) Sistem Self (Self-System)
Sistem self adalah pola tingkahlaku yang konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal dengan menghindari atau mengecilkan kecemasan. Sistem ini mulai berkembang pada usia 12-18 bulan, usia ketika anak mulai belajar tingkahlaku mana yang berhubungan─meningkatkan atau menurunkan─kecemasan.
Ketika sistem self mulai berkembang, orang mulai membentuk gambaran diri atau personifikasi diri yang konsisten. Setiap pengalaman interpersonal yang dipandang bertentangan dengan sistem dirinya berarti mengancam keamanan diri. Dampaknya, orang berusaha mempertahankan diri melawan tegangan interpersonal itu memakai operasi keamanan (security operation); suatu proses yang bertujuan untuk mereduksi perasaan tidak aman atau perasaan akibat dari ancaman terhadap sistem self. Beberapa macam sistem keamanan yang dipakai sejak usia bayi antara lain:
1. Disosiasi, adalah mekanisme menolak impuls, keinginan dan kebutuhan muncul ke kesadaran. Disosiasi tidak hilang, tapi ditekan ke ketidaksadaran dan mempengaruhi tingkahlaku serta kepribadian dari sana.
2. Inatensi, yaitu memilih mana pengalaman yang akan diperhatikan dan yang tidak perlu diperhatikan. Terhadap pengalaman yang mengancam personifikasi diri, orang dapat berpura-pura tidak merasakannya.
3. Apati dan pertahanan dengan tidur (somnolent detachment), mirip dengan inatensi. Pada apatis, bayi tidak memilih objek mana yang harus diperhatikan, semuanya diserahkan pada pihak luar. Pada pertahanan tidur, bayi tidak perlu memperhatikan stimulasi manapun.
d) Proses Kognitif (Cognitive Process)
Menurut Sullivan, proses atau pengalaman kognitif dapat dikelompokkan menjadi tiga macam;
1. Prototaxis (prototaksis), adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-pisah yang dialami pada bayi, dimana arus kesadaran (penginderaan, bayangan, dan perasaan) mengalir ke dalam jiwa tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah.” Semua pengetahuan bayi adalah pengetahuan saat itu, di sini dan sekarang.
2. Parataxis (parataksis). Sekitar awal tahun kedua, bayi mulai mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan peristiwa, disebut pengalaman parataksis atau asosiasi.
3. Syntaxis (sintaksis), adalah berpikir logis dan realistis, menggunakan lambang-lambang yang diterima bersama-sama, khususnya bahasa-kata-bilangan.
Tiga model pengalaman kognitif itu terjadi sepanjang hayat. Normalnya, sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4-10 tahun.
Sullivan memandang kehidupan manusia sebagai sistem energi, yang perhatian utamanya adalah bagaimana menghilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh keinginan dan kecemasan. Energi dapat terwujud dalam bentuk-bentuk di bawah ini;
a) Tegangan (Tension)
Tension adalah potensi untuk bertingkahlaku yang disadari atau tidak disadari. Sumber tegangan tersebut ada dua;
a. Kebutuhan (needs)
Kebutuhan yang pertama muncul adalah tegangan yang timbul akibat ketidak seimbangan biologis dalam diri individu. Kebutuhan ini dipuaskan dengan mengembalikan keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodik, sesudah memperoleh kepuasan tegangan akan menurun/hilang, namun setelah lewat beberapa waktu akan muncul kembali. Kebutuhan yang muncul kemudian berhubungan dari hubungan interpersonal. Kebutuhan interpersonal yang terpenting adalah Kelembutan kasih sayang (tenderness). Kelembutan kasih sayang adalah kebutuhan yang umum bagi setiap orang seperti halnya kebutuhan oksigen, makan, dan air. Kebalikannya adalah kebutuhan khusus yang muncul dari bagian tubuh tertentu (oleh Freud disebut “erogenic zone”. Kebutuhan biologis juga dapat dipuaskan melalui transformasi energi yakni; kegiatan fisik-tingkahlaku, atau kegiatan mental mengamati, mengingat dan berpikir. Memuaskan kebutuhan dapat menghilangkan tension, sedangkan kegagalan memuaskan need yang berkepanjangan bisa menimbulkan keadaan apathy(kelesuan), yaitu bentuk penundaan kebutuhan untuk meredakan ketegangan secara umum.
b. kecemasan (anxiety)
Menurut Sullivan, kecemasan merupakan pengaruh pendidikan terbesar sepanjang hayat, disalurkan mula-mula oleh pelaku keibuan kepada bayinya. Jika ibu mengalami kecemasan, akan dinyatakan pada wajah, irama kata, dan tingkahlakunya. Proses ini oleh Sullivan dinamakan empati. Biasanya bayi menangani kecemasannya dengan operasi keamanan, bisa pertahanan tidur atausomnolent detachment (bayi menolak berhubungan dengan pemicu kecemasan dengan cara tidur), menyesuaikan tingkahlakunya dengan kemauan dan tuntutan orang tua, dan atau dengan memilih mana yang harus tidak diperhatikan(selective inattention)─menolak menyadari stimulus yang mengganggu. Tension karena kecemasan ini unik, berbeda dengan tension lain dalam hal kecenderungannya untuk bertahan tetap dalam kecemasan dengan segala kerusakan yang diakibatkannya. Kalau tegangan lain menghasilkan tingkahlaku untuk mengatasinya, kecemasan justru menghasilkan tingkahlaku yang menghambat agar orang tidak belajar dari kesalahannya, terus-menerus menginginkan rasa aman yang kekanak-kanakan, dan membuat orang tidak belajar dari pengalamannya sendiri.
c. Transformasi Energi (Energy Transformation)
Tegangan yang ditransformasikan tingkahlaku, baik tingkahlaku yang terbuka maupun tertutup, disebut transformasi energi. Tingkahlaku yang ditransformasi itu meliputi gerakan yang kasatmata, dan kegiatan mental seperti perasaan, pikiran, persepsi, dan ingatan. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengurangi tegangan me-nurut Sullivan dipelajari dan ditentukan oleh masyarakat tempat orang itu dibesarkan.
Perkembangan Kepribadian
a) Tahap Pertama:. Bayi (Infancy); Lahir-Bisa Berbicara (0-18 Bulan)
Perhatian utama bayi adalah makan, sehingga obyek pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah puting susu ibu (atau puting botol) yang kemudian menimbulkan paling tidak tiga image, sesuai pengalaman bayi dengan puting itu;
Puting bagus (good nipple), puting yang lembut penuh kasih sayang dan menjanjikan kepuasan fisik.
Bukan puting (not-nipple), puting yang salah karena tidak mengeluarkan air susu.
Puting buruk (bad nipple), puting dari ibu yang cemas, tidak memberi kasih sayang dan kepuasan fisik.
Pengalaman makan itu akan membentuk personifikasi ibu yang menjadi faktor penentu dalam pembentukan personifikasi diri. Ciri-ciri penting perkembangan pada masa bayi menurut Sullivan:
Timbulnya dinamisme apati, pertahanan tidur, disosiasi, dan inatensi
Peralihan dari prototaxis ke parataxis
Organisasi personifikasi-personifikasi, baik personifikasi ibu maupun diri sendiri
Organisasi pengalaman melalui belajar dan munculnya dasar-dasar sistem diri
Diferensiasi tubuh bayi sendiri, mengenal dan memanipulasi tubuh
Belajar bahasa, dimulai dengan bahasa autisme
Belajar melakukan gerakan terkoordinasi, melibatkan mata, tangan, mulut, dll.
b) Tahap Kedua: Anak (Childhood); Bisa Mengucap Kata-Butuh Kawan Bermain (1,5-4 Tahun)
Tahap anak dimulai dengan perkembangan bicara dan belajar berpikir sintaksis, serta perluasan kebutuhan untuk bergaul dengan kelompok sebaya. Anak mulai belajar menyembunyikan tingkahlaku yang diyakininya bisa menimbulkan kecemasan atau hukuman seperti dengan rasionalisasi (memberi alasan palsu) mengenai segala hal yang telah mereka kerjakan atau sedang mereka rencanakan. Mereka memiliki tampilan seolah-olah (as if performance), yakni:
Dramatisasi (dramatization): permainan peran seolah-olah dewasa, belajar meng-identifikasikan diri dengan orang tuanya.
Bergaya sibuk (preoccupation): anak belajar konsentrasi pada satu kegiatan yang membuat mereka bisa menghindari sesuatu yang menekan dirinya.
Transformasi jahat (malevolent transformation): perasaan bahwa dirinya hidup di tengah-tengah musuh, sehingga hidupnya penuh rasa kecurigaan dan ketidak percayaan bahkan sampai tingkahlaku yang paranoid.
Sublimasi taksadar (unwitting sublimation): mengganti sesuatu atau aktifitas (taksadar atau unwitting) yang dapat menimbulkan kecemasan dengan aktifitas yang lebih dapat diterima secara sosial.
Masa anak ditandai dengan emosi yang mulai timbal balik, anak disamping menerima juga bisa memberi kasih sayang. Masa anak juga ditandai dengan akulturasi yang cepat. Disamping menguasai bahasa, anak belajar pola kultural dalam kebersihan, latihan toilet, kebiasaan makan, dan harapan peran seksual.
c) Tahap Ketiga:
Remaja Awal (Juvenile); Usia Sekolah-Berkeinginan Bergaul Intim (4-8/10 Tahun). Perkembangan penting dalam tahap ini adalah loncatan sosial ke depan, anak belajar kompetisi, kompromi, kerjasama, dan memahami makna perasaan kelompok. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya konsepsi tentang orientasi hidup, suatu rumusan atau wawasan tentang:
kecenderungan atau kebutuhan untuk berintegrasi yang biasanya memberi ciri pada hubungan antar pribadinya.
Keadaan-keadaan yang cocok untuk pemuasan kebutuhan dan relatif bebas dari kecemasan.
Tujuan-tujuan jangka panjang yang untuk mencapainya orang perlu menangguhkan kesempatan-kesempatan menikmati kepuasan jangka pendek.
Perkembangan negatif yang penting dalam tahap ini adalah:
Prasangka (stereotype), yaitu meniru atau memakai personifikasi mengenai orang atau kelompok orang yang diturunkan antar generasi,
Pengasingan (ostracism), adalah pengalaman anak diisolasi secara paksa, dikeluarkan/diasingkan dari kelompok sebaya karena perbedaan sifat individual dengan kelompok,
Penghinaan (disparagement), berarti meremehkan atau menjatuhkan orang lain, yang akan berpengaruh merusak hubungan interpersonal pada usia dewasa.
d) Tahap Keempat:
Pre-adolesen (Preadolescence); Mulai Bergaul Akrab-Pubertas (8/10-12 Tahun). Pre-adolesen ditandai oleh awal kemampuan bergaul akrab dengan orang lain bercirikan persamaan yang nyata dan saling memperhatikan. Mereka membutuhkan chum: teman akrab dari jenis kelamin yang sama, teman yang dapat menjadi tempat mencurahkan hati, dan bersama-sama mencoba memahami dan memecahkan masalah hidup. Tahap pre-adolesen ditandai oleh beberapa fenomena berikut:
Orang tua masih penting, tapi mereka dinilai secara lebih realistik.
Mengalami cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, dan belum dirumitkan oleh nafsu seks.
Terlibat kerjasama untuk kebahagiaan bersama, tidak mementingkan diri sendiri.
olaborasi chum, kalau tidak dipelajari pada tahap ini, akan membuat perkembangan kepribadian berikutnya akan terhambat.
Hubungan chum dapat mengatasi/menghilangkan pengaruh buruk simptom salah sesuai yang diperoleh dari perkembangan tahap sebelumnya.
e) Tahap Kelima: Adolesen Awal (Early Adolescence);
Pubertas-Pola Aktifitas Seksual yang Mantap (12-16 Tahun). Perubahan fisik usia pubertas mengembangkan hasrat seksual (lust) pada periode awal adolesen. Banyak problem yang muncul pada periode ini merefleksikan konflik antar tiga kebutuhan dasar: keamanan (bebas dari kecemasan), keintiman (pergaulan akrab dengan seks lain) dan kepuasan seks. Kepuasan seksual bertentangan dengan operasi keamanan, karena aktivitas genital pada usia ini terlarang pada banyak budaya sehingga menimbulkan perasaan berdosa, malu, dan cemas. Keintiman bertentangan dengan keamanan, karena mengubah keintiman dari sesama jenis menjadi keintiman dengan jenis kelamin pasangan akan menimbulkan perasaan takut, ragu-ragu, dan kehilangan harga diri yang semuanya akan meningkatkan kecemasan. Keintiman bertentangan dengan kepuasan seksual, mereka kesulitan mengombinasikan Intimasi dengan kepuasan seksual untuk diarahkan pada satu orang paling tidak karena empat alasan:
Banyak adolesen yang melakukan sublimasi terhadap dorongan genitalnya, untuk mencegah penggabungan dorongan seks dengan intimasi.
Dorongan genital yang sangat kuat dapat dipuaskan melalui masturbasi atau hubungan seks tanpa intimasi.
Masyarakat membagi objek seksual menjadi dua, “baik” dan “buruk,” sedang remaja selalu memandang “baik,”
Alasan kultural, orang tua, guru, dan otoritas lainnya melarang keintiman dengan seks yang sama karena takut terjadi homoseksualitas, namun mereka juga melarang intimasi dengan lawan jenis karena takut dengan penyakit menular seksual, kehamilan, atau kawin dini.
f) Tahap Keenam: Adolesen Akhir (Late Adolescence);
Kemantapan Seks-Tanggung Jawab Sosial (16-Awal 20an). Tahap ini ditandai dengan pemantapan hubungan cinta dengan satu pasangan. Tapi menurut Sullivan, perkembangan luar biasa tinggi dalam hubungan cinta dengan orang lain bukan tujuan utama kehidupan, namun sekedar sumber utama kepuasan hidup. Jika orang masuk pada tahap ini dengan inflasi sistem-self, menghadapi kecemasan di banyak aspek kehidupan, mereka bisa mengalami beberapa masalah seperti personifikasi yang tak tepat (inaccurate personification)dan berbagai jenis keterbatasan hidup (restrictions of living) yang meliputi pandangan tidak realistic mengenai diri sendiri, pandangan mengenai orang lain yang stereotip, serta tingkahlaku menolak kecemasan yang merusak kebebasan seseorang. Pencapaian akhir tahap ini adalah self-respect, yang menjadi syarat untuk menghargai orang lain.
g) Tahap Ketujuh: Kemasakan (Maturity)
Orang dewasa yang masak hendaknya sudah belajar memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang penting; bekerjasama dan berkompetisi dengan orang lain, mempertahankan hubungan dengan orang lain yang memberi kepuasan intimasi dan seksual; dan berfungsi secara efektif di masyarakat tempat dia berada.
Aplikasi
Gangguan Mental
Menurut Sullivan, semua gangguan mental berasal dari cacat hubungan interpersonal dan hanya dapat dipahami melalui referensi lingkungan sosial orang itu. Sullivan banyak menangani schizophrenia yang dia bedakan menjadi dua; schizophrenia yang menunjukkan simptom organik dan schizophrenia yang disebabkan faktor sosial. Schizophrenia kedua inilah yang perubahan dan perbaikannya dilakukan melalui psikiatri interpersonal.
Psikoterapi
Umumnya terapi model Sullivan mula-mula berusaha untuk mengungkap kesulitan klien dalam berhubungan dengan orang lain, dan berusaha untuk mengganti motivasi disjungtif (berpisah) dengan motivasi konjungtif (bergabung). Motivasi konjungtif menyatakan kepribadian dan membuat klien bisa memuaskan kebutuhan dan meningkatkan perasaan amannya. Sullivan membagi interview dalam empat tahapan; pembukaan (formal inception), pengamatan(reconnaissance), pertanyaan detail (detailed inquiry), dan pemberhentian(termination).
D. Faktor Penentu Perubahan Kepribadian
Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).
a) Faktor Genetika (Pembawaan)
Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak secara langsung adalah (1) kualitas sistem syaraf, (2) keseimbangan biokoimia tubuh, dan (3) struktur tubuh.
Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah (1) sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen (2) membatasi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Contohnya: seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept” yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.
Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan intelegensi.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.
a. Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton (1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.
b. Metode Selektivitas Keturunan
Tryon (1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas“bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat kecerdasan yang berdistribusi normal.
c. Penelitian terhadap Anak Kembar
Newman, Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan 19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama juga.
Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya. Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”
d. Keragaman Konstitusi (postur) Tubuh
Hippocrates menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya. Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama, dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh menurut Kretschmer.
Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.
Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.
Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).
Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.
Tipe-tipe ini berkaitan dengan: (1) gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis. (2) karaktritis individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan senang menyendiri.
b) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.
Baldwin dkk. (1945), telah melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu ternyata ada yang demokratis dan juga authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku (1) menciptakan iklim kebebasan, (2) bersikap respek terhadap anak, (3) objektif, dan (4) mengambil keputusan secara rasional.
Anak yang dikembangkan dalam iklim demokratis cenderung memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim authoritarian.
Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
Sehubungan dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor penentu kepribadian, muncul pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip tersebut adalah (1) pengalaman kehidupan dalam awal keluarga, (2) pola asuh orang tua terhadap anak, dan (3) pengalaman awal kehidupan anak dalam masyarakat.
Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:
• Iklim emosional kelas.
• Sikap dan prilaku guru.
• Disiplin.
• Prestasi belajar.
• Penerimaan teman sebaya.
Dari penjelasan di atas, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sering kita mendengar istilah “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah marah yang dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Lingkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Terutama dari cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua sering kali tidak dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas orang tua hanya bisa mencari kambing hitam –bahwa si anaklah yang tidak beres- ketika terjadi hal-hal negatif mengenai perilakukeseharian anaknya.seorang anak yang memiliki prilaku demikian sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh orang tua sering memerintahkan anaknya, “tolong nanti kalau ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah, karena ayah dan ibu akan tidur”. Peristiwa ini adalah suatu pendidikankepada anak bahwa berbohong boleh atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga melakukan prilaku bohong kepada orang lain termasuk pada orang tua yang mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang dilakukan anak memperoleh kepuasan atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh hukuman, maka perbuatan bohong itu akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak tersebut. Bahkan mungkin saja daya bohong itu akan menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan negatif lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.
Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah, serta menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang tua secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua akan berpengaruh terhadap caraorang tua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si anak tersebut. Ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut :
Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis dan moral.
Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.
Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keaadan.
Pemimipin, selalu berupaya untuk selalu berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.
Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan objektifitas dan perspektif.
Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan memiliki gambaran terburuk bahkan meraka sampai yakin bahwa anak merka benar-benar memahami situasi.
Penghibur, selalu menerapakan gaya yang selalu santai.
Pelindung, cenderung untuk mengambil alih tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak akan tetapi kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.
Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yanag selalu menghindar dari konflik.
Berdasarkan Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik anakanya secara moralitas, maka tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe pengatur, pengamat dan pencemas. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral menghendaki orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak sebagai teman yang dapat bakerja sama dengan anak-anak mereka dalam menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang tua sebagai pengamat yang menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif akan membantu cara berpikir moral anak kearah yang luas, objektif, dan menyeluruh. Demikian juga, kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu membawa anak untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam menghadapi tantangandan konflik adalah sejalan dengan teori perkembangan moral kognitif dalam peningkatan perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang baik bagi anak-anak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, ekspresi, perasaan, temperamen, ciri khas, dan perilaku seseorang. Sikap tersebut terwujud dalam tindakan seseorang bila dihadapkan kepada situasi tertentu. Setiap orang memiliki kecenderungan perilaku yang berlaku terus-menerus secara konsisten dalam menghadapi situasi tertentu, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Kepribadian memiliki beberapa unsur penting:
1. Pengetahuan
2. Perasaan
3. Dorongan Naluri
B. Saran
Berdasarkan konsep kunci dari teori kepribadian freud, berikut ini akan dijelaskan beberapa teorinya yang dapat diimplemetasikan dalam pendidikan, yakni:
1) Memahami Individual Siswa
2) Preventif dan Pengembangan Individual Siswa
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, Calvin S & Garner Lindzey. Teori-teori Psikodinamik (Klinis), Kanisius. Yogyakarta 1993.
2. Naisaban, Ladislaus. Psikologi Jung: Tipe Kepribadian Manusia dan Rahasia Sukses Dalam Hidup (tipe kebijaksanaan Jung). PT Gramedia, Jakarta, 2003.
3. Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
4. Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Kepribadian.Jakarta: Raja Grafindo.
5. Allport, G.W. Personality: a Psychologycal Interpretation. New York. Henry Holt, 1937.
6. Adler, A. Understanding Human Nature (Terj. Beram Walfe) New. York: Permabook-Greenberg, 1949.
7. Brand, H. The Study of Personality. New York: John Wiley & Sons, 1954.
8. Corey, Gerald. 1990. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. California: CPC Pacific Grve.
9. Yusuf, syamsu, (2008), teori Kepribadian, Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal: 20.
10. Sjarkawi, (2006), Pembentukan Kepribadian Anak, Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 19.
No comments:
Post a Comment