BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Parasitologi
Parasitologi adalah bidang ilmu
yang sangat berhubungan dengan fenomena-fenomena ketergantungan dari satu
organisme terhadap yang lainnya. Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari
organisme yang hidup untuk sementara atau menetap di dalam atau pada permukaan
organisme lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan
makanannya serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut.
Organisme yang mengambil makanan
serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut parasit (sites, artinya makanan parasit, artinya orang yang ikut makan),
sedangkan organisme yang mengandung parasit disebut hospes atau tuan rumah.
Biasanya organisme yang lebih besar merupakan hospes yang akan memberikan
perlindungan serta makanan pada organisme lainnya yang lebih kecil yang disebut
parasit.
Hubungan timbal balik antara parasit
dengan hospes yang berguna untuk kelangsungan hidup parasit tersebut disebut
parasitisme. Dapat disimpulkan bahwa parasitologi merupakan suatu disiplin ilmu
yang memepelajari parasit, hospes, lingkungannya serta interaksi di antara
komponen-komponen tersebut.
B.
Tujuan
Laporan
praktikum kali ini memiliki tujuan:
1.
Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus dan Jaringan;
2.
Untuk mengetahui epidemiologi Nematoda
Usus dan Jaringan;
3.
Untuk mengetahui diagnosa, pencegahan,
dan pengobatan bila terkena Nematoda Usus dan Jaringan;
4.
Untuk memenuhi laporan tugas praktikum
parasitologi.
C.
Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik adalah
mengetahui ciri khas dari beberapa spesies nematoda usus dan jaringan,
morfologi, epidemiologi serta pencegahan dan diagnosa apabila hospes yaitu
manusia terkena parasit yang merugikan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Ascaris
lumbricoides
a. Morfologi
Cacing jantan mempunyai ukuran
10-31 cm, ekor melingkar, dan memiliki 2 spikula. Sedangkan cacing betina
mempunyai ukuran 22-35 cm, ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior, dan memiliki
cincin kopulasi. Baik cacing jantan, maupun betina memiliki mulut terdiri atas
tiga buah bibir.
Telur yang dibuahi berukuran ± 60 ×
45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal dengan tiga lapisan dan berisi
embrio. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berukuran ± 90 × 40 mikron,
berbentuk bulat lonjong atau tidak teratur, dindingnya terdiri atas dua lapisan
dan dalamnya bergranula. Selain itu terdapat pula telur decorticated, dimana telurnya tanpa lapisan albuminoid yang lepas
karena proses mekanik. (Pinardi Hadidjaja, dan Srisasi Gandahusada, 2002)
Gambar 1.1 Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi
Gambar
1.2 Telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi
Gambar
1.3 Cacing Ascaris lumbricoides
Gambar 1.4 Mulut Ascaris lumbricoides
b.
Siklus
Hidup
Bentuk infektif
bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding
usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung,
kemudian mengikuti aliran darah ke paru-paru, larva di paru menembus dinding pembuluh
darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakhea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakhea melalui larva ini menuju ke
faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Di usus halus larva
berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur matang sampai cacing dewasa bertelur
diperlukan waktu kurang lebih dua bulan. (Srisasi Gandahusada, 2006)
c.
Patologi
dan Gejala Klinik
Gejala yang
timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan
terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan paru yang
disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat
yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loffler.
Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita
mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare
atau konstipasi.
Pada infeksi
berat, terutama pada anak dapat terjadi mal absorbsi sehingga memperberat
keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal
dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu
cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus dan
menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif.
Diagnosa
Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja. Selain itu diagnosis dapat
pula dibuat apabila cacing keluar sendiri baik melalui mulut, hidung, maupun
tinja. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
d.
Epidemiologi
1.
Akibat larva
Ø Lokasi : Hepar dengan reaksi ringan dan pada
paru-paru mempunyai reaksi berat dan dapat terjadi: Bronchopncumonic dan
Pneumonitis.
Ø Umum : Adanya reaksi imunitas (timbul Urticaria).
2.
Akibat cacing dewasa
Ø Lokal : Obstruksi (mekanis) sampai dapat
timbul: volvulus, invaginasi, ileus (bila
lebih dari 500 ekor cacing).
Ø Umum : Cacing dewasa mengeluarkan toksin
atau racun, diduga: hemolytic,
antipeptic, antiryptic.
e.
Pencegahan
Pencegahan dapat
dilakukan dengan cara menertibkan pembuangan feses, memberikan pendidikan
kesehatan mengenai higine, dan perbaikan keadaan sosial ekonomi.
B. Trichuris trichiura
a.
Morfologi
Cacing jantan
mempunyai panjang ± 4 cm, bagian anteriornya halus seperti cambuk, dengan
bagian ekor melingkar. Sedangkan cacing betina panjangnya ± 5 cm, bagian
anteriornya pun halus seperti cambuk, tetapi bagian ekor lurus berujung tumpul.
Telurnya mempunyai ukuran ± 50 x 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan
ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva. (Pinardi Hadidjaja dan
Srisasi Gandahusada, 2002)
Gambar 1.7 cacing dewasa Trichuris trichiura
b.
Siklus
Hidup
Telur yang
dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang
dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang
lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan
merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes
menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam
usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk
ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. (Srisasi Gandahusada, Ilahude,Wita
Pribadi, 2006)
c.
Patologi
dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris
trichuira pada manusia terutama hidup disekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum
yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi.
Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma
yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannnya
dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah
hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Penderita terutama anak dengan
infeksi Trichuris trichuira yang berat dan menahun, menunjukkan
gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom
disentri, anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang disertai prolapsus
rektum. Infeksi berat Trichuris trichuira sering disertai infeksi cacing
lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis
yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Parasit ini ditemukan pada
pemeriksaan tinja rutin. Diagnosa
Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja (Srisasi Gandahusada,
Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
d. Pencegahan
Pencegahan dapat
dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan harus diperbaiki, khususnya dalam
pembuangan feses, sebelum makan tangan harus dicuci terlebih dahulu, pada anak-anakperlu
diberikan pendidikan higine, dan menerapi penderita yang baik.
C. Enterobius vermicularis
a.
Morfologi
Cacing enterobius betina berukuran 8-13 mm × 0,4 mm. Pada
ujung anteriornya terdapat pelebaran seperti sayap yang disebut alae. Bulbus
esophagus Nampak jelas, ekor panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid
melebar dan penuh telur. Seekor cacing enterobius dapat bertelur hingga 11.000
– 15.000 butir telur.
Sedangkan cacing enterobius jantan berukuran 2-5 mm. cacing jantan memiliki ekor yang melengkung yg berbentuk seperti tanda tanya.
Sedangkan cacing enterobius jantan berukuran 2-5 mm. cacing jantan memiliki ekor yang melengkung yg berbentuk seperti tanda tanya.
b. Siklus
Hidup
Setelah mengalami kopulasi di sekum
-> cacing akan bergerak menuju anus -> bertelur di anus -> menyebabkan
gatal pd anus (pruritus ani) -> di garuk -> tidak cuci tangan -> telur
infektif tertelan -> menetas di duodenum -> dewasa di jejunum. Dapat juga
telur infektif menempel pd pakaian -> pakaian dijemur -> telur terbawa
angin -> tertelan.
Daur hidup cacing ini berlangsung selama 2 minggu – 2 bulan.
Daur hidup cacing ini berlangsung selama 2 minggu – 2 bulan.
Gambar 1.11 Siklus Hidup Cacing Enterobius vermicularis
c.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala-gejala yang terdapat tergantung pada lokalisasi caing
dewasa atau telurnya. Perlekatan kepala cacing pada mukosa usus menimbulkan
peradangan ringan oleh karena perlekatan tersebut merupakan iritasi mekanis dan
akan memberi gejala klinis: tak ada gejala, nyeri perut, nausoa, vomiting,
diare. Bila cacing terdapat dalam lumen usus jumlahya besar dapat menimbulkan
obstruksi usus.
d.
Epidemiologi
a)
Kejadian
tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41%;
b)
Merupakan
penyakit keluarga;
c)
Tidak
merata di lapisan masyarakat;
d)
Tersering
diserang yaitu: anak-anak berumur 5-14 tahun;
e)
Pada
daerah tropis kejadian sedikit oleh karena cukupnya: sinar matahari, udara
panas, kebiasaan habis BAB mencuci menggunakan air tidak dengan kertas tisu.
Akibat hal-hal tersebut diatas, maka pertumbuhan telur terhambat oleh karena
itu penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat,
tetapi lebih dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan.
D. Wuchereria
bancrofti
a.
Morfologi
Cacing dewasa berbentuk halus seperti
benang, mempunyai kutikula halus, dan ditemukan dalam kelenjar dan saluran
limfe. Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing
betina panjangnya 80-100mm dan diameternya 0,24-0,30mm. Guna
melanjutkan siklus hidupnya, cacing dewasa betina menghasilkan mikrofilaria
bersarung. Panjang mikrofilarianya berkisar dari 244 sampai 296 µm serta aktif
bergerak dalam darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti badannya
tidak sampai ujung ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hemaktosilin
Delafield telah digunakan untuk membantu membedakan gambaran morfologi dalam
menentukan spesies mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300
µm dengan lebar 7- 8 µm, ruang pada kepala (cephalic space) yaitu panjang =
lebar, memiliki inti yang teratur, lekukan badan halus dengan sarung berwarna
pucat.
Pada banyak daerah di Indonesia,
mikrofilaria Wuchereria bancrofti termasuk dalam tipe periodik nokturna.
Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam peredaran darah yaitu pada malam hari
umumnya diantara jam 10 malam sampai jam 2-4 pagi.
b. Siklus
Hidup
Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang
diisapnya. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya menyerupai sosis dan
disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih
seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang
disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini
bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva
stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di
dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela nyamuk dan masuk ke
dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika sedang mengisap
darah.
Dalam tubuh hospes definitive
(manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju
saluran limfe dan berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah
infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar
limfe dan melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh
cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8
sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki
sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi
perifer.
c. Patologi
dan Gejala Klinis
Gejala klinik yang berhubungan dengan
infeksi Wuchereria bancrofti bervariasi dari yang tidak menunjukan
gejala sampai pasien dengan manifestasi klinik yang berat seperti elephantiasis
dan hidrokel (Partono, 1987). Patologi dan Gejala klinis filariasis bancrofti
dapat disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Namun, perubahan
patologi yang utama terjadi akibat kerusakan pada sistem limfatik
yang disebabkan oleh cacing dewasa dan bukan disebabkan oleh microfilaria.
Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan, namun dalam keadaan tertentu
dapat menyebabkan occult filariasis. Patologi dan Gejala klinik yang disebabkan
oleh cacing dewasa dapat berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd pada
stadium akut, hidrokel, kilurian, dan Limfedema (elephantiasis) yang mengenai
seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina dan payudara pada stadium kronis.
c. Epidemiologi
Wuchereria bancrofti terutama ditemukan didaerah tropis
dan subtropis. Diperkirakan bahwa 250 juta orang telah terinfeksi parasit ini,
terutama di Asia Selatan dan Afrika sub-Saharan. Di Asia, parasit ini endemik
didaerah pedesaa dan perkotaan India, Srilanka, dan Myanmar. Selain itu parasi
ini juga ditemukan sedikit di daerah pedesaan Thailand dan Vietnam. Di
Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendah di Sumatera, Jaw,
Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok (Soedarmo e al, 2008).
e. Pencegahan
Dapat dilakukan dengan terapi
penerita, vektor control, melindungi diri dari gigitan nyamuk
E. Brugia
malayi
a.
Morfologi
Bentuk cacing dewasa Brugia malayi
hampir tidak dapat dibedakan dengan Wuchereria bancrofti
·
ukuran cacing jantan : 14-24 milimeter ×
0,08 milimeter
·
ukuran cacing betina : 44-55 milimeter ×
0,15 milimeter
Mikrofilaria umumnya bersifat
noctural periodicity. Berapa strain ada yang bersifat subperiodic.
Ciri-ciri:
·
bentuk seperti mikrofilaria bancrofti
·
ukuran : 230 mikron × 6 mikron
·
kurve tubuh biasanya mempunyai lekukan
sekunder -> secondary kink (+)
·
body nuclei padat, seolah-olah bertumpuk
(overlaping)
·
cephalic space ratio 2 : 1
·
terminal nuclei ada 2 buah
·
sheath; pada pengecatan Giemsa nampak
jelas, berwarna ungu muda/pink
b.
Siklus
Hidup
Hospes
Definitif : manusia
Mempunyai
hospes cadangan (reservoir host) binatang domestik seperti kera, kucing,
anjing.
Intermediate Host
: Nyamuk betina darigenus Mansonia, Anopheles.
Siklus hidup dalam tubuh nyamuk rata-rata 6-l2 hari
Siklus hidup dalam tubuh nyamuk rata-rata 6-l2 hari
Patogenitas :
·
Menyebabkan limfangitis, limfadenitis
dan elefantiasis terutama di extremitas bawah.
·
Jarang terjadi elefantiasis scroti dan
tak pernah menimbulkan chyluria.
Pencegahan
:
·
Mengobati penderita
·
Kontrol/pemberantasan nyamuk, untuk
nyamuk Mansoni dapat dilakukan dengan cara merusak/menghancurkan
tumbuh-tumbuhan air, seperti Pistia stratiotes.
F.
Necator
Americanus dan Ancylostoma Duodenale
a. Morfologi
a)
Ancylostoma
duodenale
· Memiliki
panjang badan ± 1 cm, menyerupai huruf C.
· dibagian
mulutnya terdapat dua pasang gigi. Cacing jantan
· mempunyai
bursa kopulatriks pada bagian ekornya. Sedangkan
· cacing
betina ekornya runcing.
b)
Necator
americanus
· Memiliki
panjang badan ± 1 cm, menyerupai huruf S.
· bagian
mulutnya mempunyai benda kitin. Cacing jantan mempunyai bursa kopulaptriks pada
bagian ekornya. Sedangkan cacing betina ekornya runcing.
· Telurnya
berukuran ± 70 x 45 mikron, bulat lonjong, berdinding tipis, kedua kutub
mendatar. Di dalamnya terdapat beberapa sel.
· Larva
rabditiformnya memiliki panjang ± 250 mikron, rongga mulut panjang dan sempit,
esophagus dengan dua bulbus dan menempati 1/3 panjang badan bagian anterior.
Sedangkan larva filariform, panjangnya ± 500 mikron, ruang mulut tertutup,
esophagus menempati ¼ panjang badan bagian anterior. (Pinardi Hadidjaja dan
Srisasi Gandahusada, 2002)
b.
Siklus
Hidup
Telur
dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah
larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh
menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8
minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 × 40 mikron,
berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat 4-8 sel.
Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform
panjangnya kira-kira 600 mikron. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi,
2006)
c. Patologi dan Gejala Klinis
a)
Stadium Larva
Bila
banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perbahan kulit
yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b)
Stadium Dewasa
Gejala
tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi penderita (Fe dan
Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan kehilangan darah
0,08- 0,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005-0,1 cc sehari.
Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat
eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya
tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja
menurun. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006).
Diagnosa
Laboratorium ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Untuk
membedakan spesies A. duodenale dan N.americanus dapat dilakukan
biakan tinja dengan cara Harada-Mori.
(Srisasi
Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Waktu
dan Tempat Pelaksanaan
Hari/tanggal :
Jumat, 15 Maret 2013
Waktu :
09.00-11.00 WITA
Tempat : Lab. Mikrobiologi Lingkungan
Jurusan Kesling
B. Jenis kegiatan
Pengamatan
Nematoda Usus dan Jaringan
C.
Alat
dan Bahan
1. Mikroskop;
2. Mikroskop
listrik;
3. Preparat;
4. Alat
tulis;
5. Buku
catatan;
6. Gelas
awetan cacing.
D.
Uraian
Kegiatan
1. Mendengarkan
pengarahan dari pembimbing praktikum;
2. Mikroskop
dan preparat telah dipersiapkan oleh pembimbing;
3. Praktikan
langsung mengamati preparat yang terlihat di mikroskop;
4. Praktikan
menggambar preparat yang terlihat di mikroskop;
5. Praktikan
memberi nama pada masing-masing gambar preparat;
6. Praktikan
menganalisis gambar/ data sebagai data hasil praktikum.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
B.
Pembahasan
a.
Telur
Trichuris trichiura
a)
Berbentuk seperti tong. Kedua ujungnya
melekuk kedalam dan tertutup oleh tonjolan yang transparan. Bagian tonjolan
mengandung mukoid;
b)
Ukuran 50-54 × 22-23 mikron;
c)
Tertutup oleh dualapisan yaitu lapisan
luar berwarna kekuning—kuningan, lapisan dalam transparan
b.
Mulut
Necator americanus
a)
Terdapat 2 pasang alat pemotong (cutting plates);
b)
Bentuk alat pemotong tersebut semilunar
dan terdapat disebelah ventral dan dorsal;
c)
Bursa kopulatrik pada jantan:
percabangan dari sentral.
c.
Mulut
Cacing Tambang (A. duodenale)
a)
Terdapat 2 pasang gigi disebelah
ventral;
b)
Gigi yang sebelah dalam lebih kecil daripada
pada gigi yang sebelah luar;
c)
Bentuk lengkungan kepalan sesuai dengan
lengkungan tubuh (seperti koma).
d. Telur yang dibuahi Ascaris lumbricoides
a)
Yang masak (matura): antara lapisan
dinding paling dalam massa didalamnya terdapat batas atau rongga udara;
b)
Yang belum masak (imature): tidak
terdapat rongga udara;
e. Telur yang tidak dibuahi Ascaris lumbricoides
a)
Bentuk lebih lonjong, ukuran 88-94 × 44
mikron;
b)
Mantel albumin sering tidak terdapat.
Isinya protoplasma yag mati;
c)
Lebih transparan.
f. Cacing
Ascaris lumbricoides
a)
Jantan: panjang 10-30 cm diameter 2-4
mm, anterior terdapat 3 buah bibir, posterior melingkar ke ventral;
b)
Betina: panjang 20-35 cm diameter 3-6
mm, anterior dengan jantan sama, posterior reatif lurus dan kaku.
g.
Cacing
dewasa Trichuris Trichiura
a)
Bentuk tubuh seperti cambuk (cemeti);
b)
Ukuran jantan30-45 mm. Betina 35-50 mm;
h. Telur
Enterobius Vermicularis
a)
Bentuk asimetris, salah satu sisi datar;
b)
Ukuran 55 × 26 mikron;
c)
Didalam telur selalu terdapat bentuk
larvanya.
i.
Cacing
dewasa Enterobius Vermicularis
a)
Ukuran jantan 2-5 mm × 0,1-0,2 mm.
Betina 8-13 mm × 0,3-0,5 mm;
b)
Mulut simpel dengan 3 buah bibir yang
mengelilinginya;
c)
Ujung anterior dan posterior runcing
(lancip).
j.
Cacing
Wuchereria Banchrofti
a)
Ukuran jantan 40 × 0,1 mm, betina 83
×0,24 mm;
b)
Warna putih kekuningan;
c)
Kutikula smooth.
k. Cacing Brugia Malayi
a)
Cacing dewasa;
b)
Mikrofilaria.
l.
Telur
cacing Tambang
a)
Berbentuk bulat lonjong;
b)
Kulit relatif tipis terdiri dari hyalin;
c)
Isi telur: terganung umur, waktu
dikeluarkan dapat segmentid dapat pula unsegmented.
j.
Cacing
Tambang dewasa
a)
Ukuran jantan 8-11mm × 0,45 mm, betina
10-13 × 0,60 mm;
b)
Lengkungan kepala sesuai dengan
lengkungan tubuh (seperti koma).
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa cacing-cacing Nematoda
terbagi menjadi 2 golongan yakni:
a.
Nematoda usus
a) Ascaris lumbricoides (cacing
gelang/cacing perut);
b) Trichocephalus trichiura (cacing
cemeti);
c) Enterobius vermicularis
(cacing kerermi);
d) Ancylostoma duodenale (cacing
tambang);
e) Ancylostoma brastiliensis (cacing
tambang);
f) Necator americanus (cacing
tambang);
g) Trichinella canis (cacing
ascaris anjing);
h) Toxodracati (cacing
ascari kucing).
i) Strongyloides stercoralis.
b.
Nematoda jaringan atau darah
a) Wuchereria bancrofti;
b) Wuchereria malayi;
c) Mansonella malayi;
d) Acanthocheilonema perstans;
e) Loa loa;
f) Dracunculus medinensia.
B.
Saran
Agar terhindar dari parasit cacing
alangkah baiknya mencegah seperti tidak buang BAB sembarangan, pembuatan jamban
keluarga, kontrol vektor dan juga penyuluhan tentang pentingnya higine
lingkungan, makanan dan minuman dimasak dengan benar.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1991. Parasitologi Medik Jilid 2. Penertbit
Buku Kedokteran, Jakarta.
Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah: Ascaris lumbricoides.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.
Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG, Jakarta.
Widyastuti, Retno. 2002. Parasitologi. Pusat Penerbitan
Universitas Terbuka, Jakarta.
Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang.
Oleh Djaenudin Natadisastra,dr.,Sp.Park & Prof. Dr. Ridad Agoes, MPH
Prasetyo
Heru,1996. Pengantar
Praktikum Helmintologi Kedokteran,Airlangga
University Press: Surabaya
Lynne
S. Garcia dkk. 1996. Diagnostik
Parasitologi Kedokteran, EGC: Jakarta
ReplyDeleteTenyata saya baru tahu bahwa usus buntu adalah jenis penyakit, saya ada bacaReview Utsukushhii AFC