Tuesday, 9 February 2016

Laporan Nematoda Usus dan Jaringan



BAB I
PENDAHULUAN



A.     Parasitologi
Parasitologi adalah bidang ilmu yang sangat berhubungan dengan fenomena-fenomena ketergantungan dari satu organisme terhadap yang lainnya. Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup untuk sementara atau menetap di dalam atau pada permukaan organisme lain dengan maksud untuk mengambil sebagian atau seluruh kebutuhan makanannya serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut.
Organisme yang mengambil makanan serta mendapat perlindungan dari organisme lain tersebut parasit (sites, artinya makanan parasit, artinya orang yang ikut makan), sedangkan organisme yang mengandung parasit disebut hospes atau tuan rumah. Biasanya organisme yang lebih besar merupakan hospes yang akan memberikan perlindungan serta makanan pada organisme lainnya yang lebih kecil yang disebut parasit.
Hubungan timbal balik antara parasit dengan hospes yang berguna untuk kelangsungan hidup parasit tersebut disebut parasitisme. Dapat disimpulkan bahwa parasitologi merupakan suatu disiplin ilmu yang memepelajari parasit, hospes, lingkungannya serta interaksi di antara komponen-komponen tersebut.



B.     Tujuan
Laporan praktikum kali ini memiliki tujuan:
1.      Untuk mengetahui morfologi Nematoda Usus dan Jaringan;
2.      Untuk mengetahui epidemiologi Nematoda Usus dan Jaringan;
3.      Untuk mengetahui diagnosa, pencegahan, dan pengobatan bila terkena Nematoda Usus dan Jaringan;
4.      Untuk memenuhi laporan tugas praktikum parasitologi.



C.     Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik adalah mengetahui ciri khas dari beberapa spesies nematoda usus dan jaringan, morfologi, epidemiologi serta pencegahan dan diagnosa apabila hospes yaitu manusia terkena parasit yang merugikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



A.    Ascaris lumbricoides
a.    Morfologi
Cacing jantan mempunyai ukuran 10-31 cm, ekor melingkar, dan memiliki 2 spikula. Sedangkan cacing betina mempunyai ukuran 22-35 cm, ekor lurus, pada 1/3 bagian anterior, dan memiliki cincin kopulasi. Baik cacing jantan, maupun betina memiliki mulut terdiri atas tiga buah bibir.
Telur yang dibuahi berukuran ± 60 × 45 mikron, berbentuk oval, berdinding tebal dengan tiga lapisan dan berisi embrio. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berukuran ± 90 × 40 mikron, berbentuk bulat lonjong atau tidak teratur, dindingnya terdiri atas dua lapisan dan dalamnya bergranula. Selain itu terdapat pula telur decorticated, dimana telurnya tanpa lapisan albuminoid yang lepas karena proses mekanik. (Pinardi Hadidjaja, dan Srisasi Gandahusada, 2002)

Gambar 1.1 Telur Ascaris lumbricoides yang dibuahi


Gambar 1.2 Telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi

Gambar 1.3 Cacing Ascaris lumbricoides




Gambar 1.4 Mulut Ascaris lumbricoides



b.      Siklus Hidup
Bentuk infektif bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru-paru, larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus kemudian naik ke trakhea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakhea melalui larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa, sejak telur matang sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan. (Srisasi Gandahusada, 2006)


c.       Patologi dan Gejala Klinik
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi mal absorbsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.
Diagnosa Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja. Selain itu diagnosis dapat pula dibuat apabila cacing keluar sendiri baik melalui mulut, hidung, maupun tinja. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)


d.      Epidemiologi
1.    Akibat larva
Ø Lokasi           : Hepar dengan reaksi ringan dan pada paru-paru mempunyai reaksi berat dan dapat terjadi: Bronchopncumonic dan Pneumonitis.
Ø Umum           : Adanya reaksi imunitas (timbul Urticaria).
2.    Akibat cacing dewasa
Ø Lokal             : Obstruksi (mekanis) sampai dapat timbul: volvulus, invaginasi, ileus (bila lebih dari 500 ekor cacing).
Ø Umum           : Cacing dewasa mengeluarkan toksin atau racun, diduga: hemolytic, antipeptic, antiryptic.



e.       Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara menertibkan pembuangan feses, memberikan pendidikan kesehatan mengenai higine, dan perbaikan keadaan sosial ekonomi.


   B.     Trichuris trichiura
a.    Morfologi
Cacing jantan mempunyai panjang ± 4 cm, bagian anteriornya halus seperti cambuk, dengan bagian ekor melingkar. Sedangkan cacing betina panjangnya ± 5 cm, bagian anteriornya pun halus seperti cambuk, tetapi bagian ekor lurus berujung tumpul. Telurnya mempunyai ukuran ± 50 x 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva. (Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)



Gambar 1.7 cacing dewasa Trichuris trichiura



b.      Siklus Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. (Srisasi Gandahusada, Ilahude,Wita Pribadi, 2006)



c.    Patologi dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris trichuira pada manusia terutama hidup disekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannnya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia. Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris trichuira yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum. Infeksi berat Trichuris trichuira sering disertai infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin.  Diagnosa Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)



d.   Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan harus diperbaiki, khususnya dalam pembuangan feses, sebelum makan tangan harus dicuci terlebih dahulu, pada anak-anakperlu diberikan pendidikan higine, dan menerapi penderita yang baik.



C.  Enterobius vermicularis
a.    Morfologi
Cacing enterobius betina berukuran 8-13 mm × 0,4 mm. Pada ujung anteriornya terdapat pelebaran seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esophagus Nampak jelas, ekor panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur. Seekor cacing enterobius dapat bertelur hingga 11.000 – 15.000 butir telur.
Sedangkan cacing enterobius jantan berukuran 2-5 mm. cacing jantan memiliki ekor yang melengkung yg berbentuk seperti tanda tanya.
 

b.      Siklus Hidup
Setelah mengalami kopulasi di sekum -> cacing akan bergerak menuju anus -> bertelur di anus -> menyebabkan gatal pd anus (pruritus ani) -> di garuk -> tidak cuci tangan -> telur infektif tertelan -> menetas di duodenum -> dewasa di jejunum. Dapat juga telur infektif menempel pd pakaian -> pakaian dijemur -> telur terbawa angin -> tertelan.
Daur hidup cacing ini berlangsung selama 2 minggu – 2 bulan.

Gambar 1.11 Siklus Hidup Cacing Enterobius vermicularis



c.       Patologi dan Gejala Klinis
Gejala-gejala yang terdapat tergantung pada lokalisasi caing dewasa atau telurnya. Perlekatan kepala cacing pada mukosa usus menimbulkan peradangan ringan oleh karena perlekatan tersebut merupakan iritasi mekanis dan akan memberi gejala klinis: tak ada gejala, nyeri perut, nausoa, vomiting, diare. Bila cacing terdapat dalam lumen usus jumlahya besar dapat menimbulkan obstruksi usus.



d.      Epidemiologi
a)   Kejadian tinggi di negara-negara barat terutama USA 35-41%;
b)   Merupakan penyakit keluarga;
c)   Tidak merata di lapisan masyarakat;
d)  Tersering diserang yaitu: anak-anak berumur 5-14 tahun;
e)   Pada daerah tropis kejadian sedikit oleh karena cukupnya: sinar matahari, udara panas, kebiasaan habis BAB mencuci menggunakan air tidak dengan kertas tisu. Akibat hal-hal tersebut diatas, maka pertumbuhan telur terhambat oleh karena itu penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat, tetapi lebih dipengaruhi oleh iklim dan kebiasaan.



D.  Wuchereria bancrofti
a.    Morfologi
Cacing dewasa berbentuk halus seperti benang, mempunyai kutikula halus, dan ditemukan dalam kelenjar dan saluran limfe. Cacing jantan panjangnya kira-kira 40 mm dan diameternya 0,1mm. Cacing betina panjangnya 80-100mm dan diameternya    0,24-0,30mm. Guna melanjutkan siklus hidupnya, cacing dewasa betina menghasilkan mikrofilaria bersarung. Panjang mikrofilarianya berkisar dari 244 sampai 296 µm serta aktif bergerak dalam darah dan limfe. Mikrofilarianya bersarung dan inti badannya tidak sampai ujung ekor. Pulasan seperti Giemsa, Wright, atau hemaktosilin Delafield telah digunakan untuk membantu membedakan gambaran morfologi dalam menentukan spesies mikrofilaria. Mikrofilaria yang dipulas panjangnya 245-300 µm dengan lebar 7- 8 µm, ruang pada kepala (cephalic space) yaitu panjang = lebar, memiliki inti yang teratur, lekukan badan halus dengan sarung berwarna pucat.
Pada banyak daerah di Indonesia, mikrofilaria Wuchereria bancrofti termasuk dalam tipe periodik nokturna. Konsentrasi tertinggi mikrofilaria dalam peredaran darah yaitu pada malam hari umumnya diantara jam 10 malam sampai jam 2-4 pagi.
  

b.   Siklus Hidup
Hospes pelantara dari filaria, yaitu nyamuk mendapatkan infeksi dengan menelan mikrofilaria dalam darah yang diisapnya. Mula-mula parasit ini memendek, bentuknya  menyerupai sosis dan disebut larva stadium I (L1) dalam waktu 3 hari. Dalam waktu kurang lebih seminggu larva ini bertukar kulit tumbuh menjadi lebih gemuk dan panjang yang disebut larva stadium II (L2). Pada hari ke 10-14 selanjutnya larva ini bertukar kulit sekali lagi tumbuh makin panjang dan lebih kurus, disebut larva stadium III (L3) yang merupakan bentuk infektif dan dapat dijumpai di dalam selubung probosis nyamuk. Larva bermigrasi ke labela nyamuk dan masuk ke dalam kulit hospes definitive melalui luka tusukan ketika sedang mengisap darah.
Dalam tubuh hospes definitive (manusia), larva L3 menembus lapisan dermis menuju saluran limfe dan  berkembang menjadi larva L4 dalam waktu 9-14 hari setelah infeksi. Larva L4 kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar limfe dan  melakukan kopulasi . Mikrofilaria akan dilepaskan oleh cacing betina yang gravid dan dapat dideteksi di sirkulasi perifer dalam 8 sampai 12 bulan setelah infeksi. Dari saluran limfe, mikrofilaria memasuki sistem vena lalu ke kapiler paru dan akhirnya memasuki sistem sirkulasi perifer.



c.    Patologi dan Gejala Klinis
Gejala klinik yang berhubungan dengan infeksi Wuchereria bancrofti bervariasi dari yang tidak menunjukan gejala sampai pasien dengan manifestasi klinik yang berat seperti elephantiasis dan hidrokel (Partono, 1987). Patologi dan Gejala klinis filariasis bancrofti dapat disebabkan oleh cacing dewasa maupun mikrofilaria. Namun, perubahan patologi  yang utama terjadi akibat kerusakan  pada sistem limfatik yang disebabkan oleh cacing dewasa dan bukan disebabkan oleh microfilaria. Mikrofilaria biasanya tidak menimbulkan kelainan, namun dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan occult filariasis. Patologi dan Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing dewasa dapat berupa limfadenitis dan limfangitis retrograd pada stadium akut, hidrokel, kilurian, dan Limfedema (elephantiasis) yang mengenai seluruh kaki atau lengan, skrotum, vagina dan payudara pada stadium kronis.



c.    Epidemiologi
Wuchereria bancrofti terutama ditemukan didaerah tropis dan subtropis. Diperkirakan bahwa 250 juta orang telah terinfeksi parasit ini, terutama di Asia Selatan dan Afrika sub-Saharan. Di Asia, parasit ini endemik didaerah pedesaa dan perkotaan India, Srilanka, dan Myanmar. Selain itu parasi ini juga ditemukan sedikit di daerah pedesaan Thailand dan Vietnam. Di Indonesia, penyakit ini ditemukan dengan prevalensi rendah di Sumatera, Jaw, Kalimantan, Sulawesi, dan Lombok (Soedarmo e al, 2008).



e.    Pencegahan
Dapat dilakukan dengan terapi penerita, vektor control, melindungi diri dari gigitan nyamuk



E.  Brugia malayi
a.    Morfologi
Bentuk cacing dewasa Brugia malayi hampir tidak dapat dibedakan dengan Wuchereria bancrofti
·         ukuran cacing jantan : 14-24 milimeter × 0,08 milimeter
·         ukuran cacing betina : 44-55 milimeter × 0,15 milimeter
Mikrofilaria umumnya bersifat noctural periodicity. Berapa strain ada yang bersifat subperiodic.
Ciri-ciri:
·           bentuk seperti mikrofilaria bancrofti
·           ukuran : 230 mikron × 6 mikron
·           kurve tubuh biasanya mempunyai lekukan sekunder -> secondary kink (+)
·           body nuclei padat, seolah-olah bertumpuk (overlaping)
·           cephalic space ratio 2 : 1
·           terminal nuclei ada 2 buah
·           sheath; pada pengecatan Giemsa nampak jelas, berwarna ungu muda/pink




b.   Siklus Hidup
Hospes Definitif : manusia
Mempunyai hospes cadangan (reservoir host) binatang domestik seperti kera, kucing, anjing.
Intermediate Host : Nyamuk betina darigenus Mansonia, Anopheles.
Siklus hidup dalam tubuh nyamuk rata-rata 6-l2 hari
Patogenitas :
·         Menyebabkan limfangitis, limfadenitis dan elefantiasis terutama di extremitas bawah.
·         Jarang terjadi elefantiasis scroti dan tak pernah menimbulkan chyluria.
Pencegahan :
·         Mengobati penderita
·         Kontrol/pemberantasan nyamuk, untuk nyamuk Mansoni dapat dilakukan dengan cara merusak/menghancurkan tumbuh-tumbuhan air, seperti Pistia stratiotes.



F.   Necator Americanus dan Ancylostoma Duodenale
a.    Morfologi
a)   Ancylostoma duodenale
·      Memiliki panjang badan ± 1 cm, menyerupai huruf C.
·      dibagian mulutnya terdapat dua pasang gigi. Cacing jantan
·      mempunyai bursa kopulatriks pada bagian ekornya. Sedangkan
·      cacing betina ekornya runcing.
b)   Necator americanus
·      Memiliki panjang badan ± 1 cm, menyerupai huruf S.
·      bagian mulutnya mempunyai benda kitin. Cacing jantan mempunyai bursa kopulaptriks pada bagian ekornya. Sedangkan cacing betina ekornya runcing.
·      Telurnya berukuran ± 70 x 45 mikron, bulat lonjong, berdinding tipis, kedua kutub mendatar. Di dalamnya terdapat beberapa sel.
·      Larva rabditiformnya memiliki panjang ± 250 mikron, rongga mulut panjang dan sempit, esophagus dengan dua bulbus dan menempati 1/3 panjang badan bagian anterior. Sedangkan larva filariform, panjangnya ± 500 mikron, ruang mulut tertutup, esophagus menempati ¼ panjang badan bagian anterior. (Pinardi Hadidjaja dan Srisasi Gandahusada, 2002)



b.   Siklus Hidup
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 × 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat 4-8 sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)




c.    Patologi dan Gejala Klinis
a)         Stadium Larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perbahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
b)        Stadium Dewasa
Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi penderita (Fe dan Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan kehilangan darah 0,08- 0,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005-0,1 cc sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun. (Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006).
Diagnosa Laboratorium ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Untuk membedakan spesies A. duodenale dan N.americanus dapat dilakukan biakan tinja dengan cara Harada-Mori.
(Srisasi Gandahusada, Ilahude, Wita Pribadi, 2006)

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/tanggal          : Jumat, 15 Maret 2013
Waktu                   : 09.00-11.00 WITA
Tempat                  : Lab. Mikrobiologi Lingkungan Jurusan Kesling



B.     Jenis kegiatan
Pengamatan Nematoda Usus dan Jaringan



C.    Alat dan Bahan
1.      Mikroskop;
2.      Mikroskop listrik;
3.      Preparat;
4.      Alat tulis;
5.      Buku catatan;
6.      Gelas awetan cacing.



D.    Uraian Kegiatan
1.      Mendengarkan pengarahan dari pembimbing praktikum;
2.      Mikroskop dan preparat telah dipersiapkan oleh pembimbing;
3.      Praktikan langsung mengamati preparat yang terlihat di mikroskop;
4.      Praktikan menggambar preparat yang terlihat di mikroskop;
5.      Praktikan memberi nama pada masing-masing gambar preparat;
6.      Praktikan menganalisis gambar/ data sebagai data hasil praktikum.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B.     Pembahasan
a.         Telur Trichuris trichiura
a)    Berbentuk seperti tong. Kedua ujungnya melekuk kedalam dan tertutup oleh tonjolan yang transparan. Bagian tonjolan mengandung mukoid;
b)   Ukuran 50-54 × 22-23 mikron;
c)    Tertutup oleh dualapisan yaitu lapisan luar berwarna kekuning—kuningan, lapisan dalam transparan

b.        Mulut Necator americanus
a)    Terdapat 2 pasang alat pemotong (cutting plates);
b)   Bentuk alat pemotong tersebut semilunar dan terdapat disebelah ventral dan dorsal;
c)    Bursa kopulatrik pada jantan: percabangan dari sentral.

c.         Mulut Cacing Tambang (A. duodenale)
a)    Terdapat 2 pasang gigi disebelah ventral;
b)   Gigi yang sebelah dalam lebih kecil daripada pada gigi yang sebelah luar;
c)    Bentuk lengkungan kepalan sesuai dengan lengkungan tubuh (seperti koma).

d.      Telur yang dibuahi Ascaris lumbricoides
a)    Yang masak (matura): antara lapisan dinding paling dalam massa didalamnya terdapat batas atau rongga udara;
b)   Yang belum masak (imature): tidak terdapat rongga udara;

e.       Telur yang tidak dibuahi Ascaris lumbricoides
a)    Bentuk lebih lonjong, ukuran 88-94 × 44 mikron;
b)   Mantel albumin sering tidak terdapat. Isinya protoplasma yag mati;
c)    Lebih transparan.

f.       Cacing Ascaris lumbricoides
a)    Jantan: panjang 10-30 cm diameter 2-4 mm, anterior terdapat 3 buah bibir, posterior melingkar ke ventral;
b)   Betina: panjang 20-35 cm diameter 3-6 mm, anterior dengan jantan sama, posterior reatif lurus dan kaku.

g.        Cacing dewasa Trichuris Trichiura
a)    Bentuk tubuh seperti cambuk (cemeti);
b)   Ukuran jantan30-45 mm. Betina 35-50 mm;

h.      Telur Enterobius Vermicularis
a)    Bentuk asimetris, salah satu sisi datar;
b)   Ukuran 55 × 26 mikron;
c)    Didalam telur selalu terdapat bentuk larvanya.
i.        Cacing dewasa Enterobius Vermicularis
a)    Ukuran jantan 2-5 mm × 0,1-0,2 mm. Betina 8-13 mm × 0,3-0,5 mm;
b)   Mulut simpel dengan 3 buah bibir yang mengelilinginya;
c)    Ujung anterior dan posterior runcing (lancip).

j.        Cacing Wuchereria Banchrofti
a)    Ukuran jantan 40 × 0,1 mm, betina 83 ×0,24 mm;
b)   Warna putih kekuningan;
c)    Kutikula smooth.

k.      Cacing Brugia Malayi
a)    Cacing dewasa;
b)   Mikrofilaria.

l.        Telur cacing Tambang
a)    Berbentuk bulat lonjong;
b)   Kulit relatif tipis terdiri dari hyalin;
c)    Isi telur: terganung umur, waktu dikeluarkan dapat segmentid dapat pula unsegmented.

j.        Cacing Tambang dewasa
a)    Ukuran jantan 8-11mm × 0,45 mm, betina 10-13 × 0,60 mm;
b)   Lengkungan kepala sesuai dengan lengkungan tubuh (seperti koma).

BAB V
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa cacing-cacing Nematoda terbagi menjadi 2 golongan yakni:
a.    Nematoda usus
a)    Ascaris lumbricoides (cacing gelang/cacing perut);
b)   Trichocephalus trichiura (cacing cemeti);
c)    Enterobius vermicularis (cacing kerermi);
d)   Ancylostoma duodenale (cacing tambang);
e)    Ancylostoma brastiliensis (cacing tambang);
f)     Necator americanus (cacing tambang);
g)    Trichinella canis (cacing ascaris anjing);
h)    Toxodracati (cacing ascari kucing).
i)      Strongyloides stercoralis.

b.    Nematoda jaringan atau darah
a)    Wuchereria bancrofti;
b)   Wuchereria malayi;
c)    Mansonella malayi;
d)   Acanthocheilonema perstans;
e)    Loa loa;
f)     Dracunculus medinensia.

  B.     Saran
Agar terhindar dari parasit cacing alangkah baiknya mencegah seperti tidak buang BAB sembarangan, pembuatan jamban keluarga, kontrol vektor dan juga penyuluhan tentang pentingnya higine lingkungan, makanan dan minuman dimasak dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1991. Parasitologi Medik Jilid 2. Penertbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah: Ascaris lumbricoides. Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.

Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta.

Widyastuti, Retno. 2002. Parasitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.

Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Oleh Djaenudin Natadisastra,dr.,Sp.Park & Prof. Dr. Ridad Agoes, MPH

Prasetyo Heru,1996. Pengantar Praktikum Helmintologi Kedokteran,Airlangga University Press: Surabaya

Lynne S. Garcia dkk. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran, EGC: Jakarta







1 comment:


  1. Tenyata saya baru tahu bahwa usus buntu adalah jenis penyakit, saya ada bacaReview Utsukushhii AFC

    ReplyDelete