BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Plathyhelminthes meliputi kelompok cacing yang tubuhnya pipih dan relatif sederhana dibandingkan filum cacing yang lain. Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak, dan epidermisnya bersilia. Tubuhnya bersifat tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (aselomata). Hidup di air tawar, air laut, dan tanah lembab, beberapa jenis bersifat parasit pada hewan dan manusia. Cacing yang bersifat parasit mempunyai lapisan kutikula dan alat pengisap yang dapat disertai dengan kait untuk menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Hewan ini menggunakan seluruh permukaan tubuh untuk melakukan pertukaran gas antara tubuh dan lingkungan secara difusi. Sistem pencernaan belum sempurna, yaitu terdapat mulut, rongga pencernaan, namun tidak memiliki anus. Sistem ekskresi pada cacing pipih terdiri atas dua saluran ekskresi yang memanjang bermuara ke pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran ekskresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell). Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior tubuh. Kedua ganglion dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari masing-masing ganglion membentuk saraf tangga tali yang memanjang ke arah posterior. Kedua tali saraf ini bercabangcabang ke seluruh tubuh.
Cacing pipih dapat melakukan reproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dengan memutuskan sebagian anggota tubuh. Sedangkan reproduksi seksual dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang bersifat hemafrodit. Platyhelminthes dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria (cacing bersilia), Trematoda (cacing pipih), dan Cestroda (cacing isap).
B. Tujuan
Laporan praktikum kali ini memiliki tujuan:
1. Untuk mengetahui morfologi Kelas Cestoda dan Trematoda;
2. Untuk mengetahui epidemiologi Kelas Cestoda dan Trematoda;
3. Untuk mengetahui diagnosa, pencegahan, dan pengobatan bila terkena Kelas Cestoda dan Trematoda;
C. Manfaat
Manfaat yang dapat kita petik adalah mengetahui ciri khas dari beberapa spesies Kelas Cestoda dan Trematoda, morfologi, epidemiologi serta pencegahan dan diagnosa apabila hospes yaitu manusia terkena parasit yang merugikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kelas Cestoda
Hymenolepis nana
Cestoda termasuk filum Platyhelminthes. Cacing ini lebih dikenal dengan sebutan cacing pita. Beberapa spesies cestoda merupakan parasit pada hewan dan manusia. Cestoda merupakan cacing yang struktur tubuhnya sederhana (Kusumamihardja 1995). Kelas Cestoda dibagi dalam dua ordo yaitu Cyclophyllidea dan Pseudophyllidea. Ordo Cyclophyllidea dibagi ke dalam tujuh famili yaitu Taeniidae, Anoplocephalidae, Dilepididae, Davaineidae, Hymenolepididae, Mesocestoididae serta Thysanosomidae. Adapun ordo Pseudophylliea hanya memiliki satu famili yaitu Diplhyllobothriidae. Beberapa contoh cestoda yang penting diantaranya genus Taenia dan Echinococcus dari famili Taeniidae, genus Monieza dari famili Anoplocephalidae serta genus Diphyllobothrium dari famili Diplhyllobothriidae.
Cestoda memiliki ciri-ciri morfologi tubuh memanjang yang pipih dorsoventral, panjang beruas-ruas, tidak memiliki saluran pencernaan, dan tidak memiliki rongga tubuh. Badan Cestoda terdiri dari kepala, sejumlah segmen dan di antara kepala dan segmen terdapat leher. Setiap segmen biasa disebut proglotida. Pada bagian kepala cestoda terdapat dua hingga empat batil hisap dan pada beberapa jenis cestoda dilengkapi rostelum atau kait. Badan cestoda dilapisi dengan tegumen yang merupakan alat penyerapan utama pada cacing pita (Kusumamihardja 1995, Taylor et al 2007).
Sistem syaraf cestoda tersusun dari beberapa ganglion, sedangkan sistem ekskresinya terdiri dari sel api atau solenosit dan saluran ekskresi utama. Disebut sebagai sel api karena memiliki silia yang bergerak menyerupai nyala api (Levine 1977). Cestoda merupakan cacing yang bersifat hermafrodit atau memiliki organ kelamin ganda. Dalam setiap segmen biasanya terdapat satu atau dua pasang alat kelamin jantan dan betina (Kusumadiharja 1995). Perkawinan cacing cestoda dapat terjadi dalam satu segmen maupun perkawinan silang antar segmen (Taylor et al 2007).
Gambar 1.1 Hymenolepis nana
Hymemolepis nana mempunyai kesamaan dengan: Hymenolepis fraterna, Taenia murina dan Taenia nana. Dan nama penyakitnya yang disebabkan oleh cacing ini disebut Hymenolepis nana atau Dwarf worn infection. Terutama menyerang anak kecil karena higine yang kurang baik.
Morfologi
Panjang ukuran 25 mm – 40 mm, lebar 0,7 mm – 1 mm;
Strobila ±200 proglotik;
Skolek terdapat Rostelum yang bersifat refraktil (dapatt ditarik/ditonjolkan) dan mempunyai 20 – 30 kait serta mempunyai 4 batil hisap;
Genital pore terletak unilateral dan pada anterior dari tiap-tiap segmen;
Proglotik yang mature:
Bentuknya seperti trapesium (pajang lebih besar daripada lebar);
Genital pore letaknya unilateral;
Terdapat 3 testis dan 1 ovariun yang bilobular.
Proglotik yang gravid:
Terdapat 80 – 100 telur tiap segmen (panjang lebih kecil dari lebar);
Telur berbentuk oval/globular, mempunyai ukuran 67 × 37 mikron, transparan dan tidak berwarna.
Gambar 1.2 telur Hymenolepis nana
Siklus Hidup
Definitif Host adalah manusia dan rodent;
Intermediate Host tidak ada dan dapat memakai serangga-serangga tertentu sebagai Intermediate Host. Jadi bersifat Non Obligatory Intermediate Host (tidak memerlukan hospes perantara);
Telur dalam makanan yang terkontaminasi tertelan melalui tangan dan sebagainya. Embrio dikeluarkan menembus vili dan menetas menjadi sistiserkoid larva yang berkembang kembali masuk lumen, melekatkan diri pada mukosa dan berkembang menjadi cacing dewasa dalam waktu 10 – 12 hari dalam 30 hari setelah infeksi telur dikeluarkan berasama dengan feses.
Epidemiologi
Penyebaran geografis diseluruh dunia (Cosmopolitant), terutama dari panas;
Kejadian infeksi H. Nana ada 0,2 – 3,7%. Dapat sampai 10% terutama pada anak-anak umur kurang atau sama dengan 15 tahun;
Transmisi dari host kehost yanglain secara kontal langsung, yaitu: melalui tangan masuk kemulut dan jarang melalui makanan atau minuman oleh karena telur sangat sensitif terhadap panas atau kekeringan;
Sumber infeksi adalah manusia dan rodent;
Telur dalam air dapat bertahan selama ± 5 hari.
Patologi dan Gejala Klinik
Insiden pada manusia rendah an pada umumnya tidak mempengaruhi hospes;
Merupakan akibat dari pada iritasi kronis pada mukosa usus sehingga terjadi lesi;
Merupakan akibat daripada adsorbsi sisa metabolisme parasit sehingga terjadi keracunan denga gejala-gejala:
Atabrine = Quinacrine – HCl
Dengan dosis: dewasa 0,8 gr/single dose, dapat dibagi dengan interval waktu ½ jam untuk mengurangi nausea
Yomisan;
Humatin = Paromonycine dengan dosis 50 mg/kg BB selama 5 hari;
Prinsip terapi: 2 jam setelah terapi teratur, harus diberi laxant untuk mengeluarkan cacing-cacing yang mati. Mengontrol jumlah akolek yang keluar.
Pencegahan
Sukar oleh karena transmisi secara langsung;
Caranya:
Terapi segera pada penderita;
Personal higine terutama pada anak-anak;
Pemberantasan rodent (tikus);
Pendidikan kesehatan terutama dalam pembuangan feses.
Taenia saginata
Taenia saginata adalah merupakan cacing pita sapi dan penyebarannya geografinya diseluruh dunia (Cosmopolitant) terutama pada negara-negara yang konsumsi daging sapinya besar. Nama penyakit yang disebabkan oleh Taenia saginata disebut Taeniasis saginata.
Morfologi
Panjang 5-10 meter hingga dapat mencapai 12 meter;
Jumlah proglotis (segmen) 1000-2000 segmen;
Skolek terbentuk globular yang mempuyai ukuran 1-2 mm;
Mempunyai 4 batil hisap;
Tidak mempunyai kait.
Siklus Hidup
Difinitif Host adalah manusia;
Intermediate Host adalah sapi;
Yang infeksi terhadap manusia adalah bentuk larvanya yang disebut Sistiserkosis Bovis;
Sistiserkosis adalah keadaan dimana sapi mengandung sistiserkus;
Sistiserkosisbovis terletak pada jaringan ikat otor bergaris;
Sistiserkus ini dapat mengalami pengapuran, tetapi masih infeksius. Perlu diingat bahwa telur Taenia saginata pada umumnya tidak ifeksiusterhadap manusia;
Makanan cacing dewasa adalah sari-sari makanan dari manusia.
Kelas Trematoda
Fasciolopsis buski
Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes. Trematoda sendiri dibagi menjadi dua sub kelas yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas yang menimbulkan masalah bagi vertebrata adalah Digenea. Sub kelas Digenea dibagi ke dalam 15 famili. Beberapa contoh yang sering menimbulkan masalah kesehatan pada hewan diantaranya Fasciola sp., Paramphistomum sp. dan Schistosoma sp. Jenis Fasciola sp. dan Schistosoma sp. merupakan cacing yang bersifat zoonosis (Taylor et al 2007).
Fasciolopsis buski mempunyai penyebaran geografis di Asia Timur negara-negara di sekeliling Pasifik Selatan termasuk Indonesia. Fasciolopsis Buski ini sebagai Natural Host (Tuan rumah alam) adalah manusia,babi dan ternak yang lain.
Morfologi
Merupakan parasit yang terbesar dari golongan Trematoda yang menyebabkan penyakit pada manusia, bentuknya hampir sama dengan Fasciola hepatica.
Perbedaan Fasciola hepatica Fasciolopsis buski
Ukuran 20 -30 × 8 - 13 mm 20 - 70 × 5 - 20 mm
Chepalic cone dan bahu + -
Saekum (usus) Bercabang-cabang Tidak bercabang
Habitat cacing dewasa Hepar/saluran empedu Usus halus (ducdenum/jejunum)
telur Sama atau keduanya hampir sama (63-90 × 130-150) Sama atau keduanya hampir sama (80-85 × 130-140)
Gambar 1.6 Fasciolopsis Buski
Gambar 1.7 telur Fasciolopsis buski
Siklus Hidup
Habitat cacing dewasa:
Duodenium/jejunum ari manusia, babi, ternak yang lain;
Dalam usus, cacing melekat dengan perantaraan ventral batil isapnya.
Produksi telur setiap hari 25.000;
Telur dikeluarkan bersama feses dan diluar perlu waktu 3-7 minggu untuk menetas;
Seterusnya jalannya siklus hidup seperti pada Fasciola hepatica;
Intermediate Host I:
Siput dari genus segmenina, Hippentis dan genus Giraulus;
Intermediate Host II:
Tumbuh-tumbuhan bila tumbuha air mengandug metaserkaria tertelan Definitif Host (manusia/ternak), maka menjadi cacing dewasa setalah 30-90 hari.
Patologi dan Gejala Klinik
Cacing dewasa menghisap isi usus, sekresi usus dan kadang-kadang permukaan mukosa;
Kelainan-kelainan ditinjau dari segi mekanismenya:
Daya traumatik: terjadi ulserasi, pendarahan dan ansess pada tempat melekatnya;
Daya toksik: terjadi kelainan toksin akibat adsorbsi dati metabolitnya;
Obstruksi: bila cacing banyak dapat menyebabkan obstruksif ilius. Cacing dapat ditemukan dalam lambung dan usus besar;
Gejala-gejalanya:
Nyeri epigastrium;
Kadang-kadang didapat ulkus pada lambung. Dan terkadang disertai diare yang diselingi dengan obstipasi.
Pencegahan
Mencegah manusia/binatang ternak membuang kotorannya pada tumbuhan air yang biasanya dimakan;
Mematikan Mirasidium/Serkaria dengan memberikan Ca〖SO〗_4 dalam air. Hal ini mungkin mematikan siput sebagai Intermediate Hostnya;
Memasak sayuran sebaik mungkin;
Pendidikan kesehatan.
Fasciola hepatica
Fasciola hepatica mempunyai kesamaan yaitu Sheep liver fluks dan penyebaran geografisnya adalah diseluruh dunia, terutama pada daerah-daerah peternakan domba.
Morfologi
Berbentuk pipih seperti daun;
Kelihatan seolah-oleh seperti daging;
Mempunyai ukuran 20-30 × 8-13 mm;
Bagian anterior terapat tonjolan konis punggung (Cephalic cone);
Bagian posterior tumpul;
Mempunyai 2 batil hisap (sucker) yaitu:
1 batil hisap pada oral dan mempunyai ukuran diameter 1 mm, berfugsi sebagai penghisap makanan;
1 batil hisap pada ventral = Acetabulum, mempunyai ukuran diamter 1,6 mm berfungsi untuk melekatkan diri.;
Batil hisap pada oral pahring dikelilingi otot esopagus pendek;
Intestinal pecahmenjadi 2 sektum sepertihuruf “y” yang terbalik dan masing-masing sektum bercabang sampai ke ujung posterior.
Alat reproduksi:
Testis sebanyak 2 buah dan bercabang-cabang kecil sehigga disebut “Dendritic”. Letaknya sebekah menyebelah garis pertengahan tubuh.
Dari testis berturut-turut menuju ke vas deferens, senussac, cirrhal canal, genital atrium dan akhirnya genital pore yang letaknya sebelah ventral dari ventral batil hisap;
Ovarium bercabang terletak dekat testisagak ke tepi kanan;
Glandula vitellaris bercabang terletak disisi kiri dan kanan tubuh;
Uterus berkelok dimuka ovarium dan bermuara pada genital pore.
Gambar 1.9 telur Fasciola hepatica
Siklus Hidup
Definitif Host:
Binatang memamah biak (babi, kelinci, bison);
Manusia adalah merupakan hospes secara kebetulan;
Habitat cacing dewasa; dalam kantung empedu, dalam hepar dan kadang-kadang extrahepar/ diluar hati.
Intermediate Host I: siput dengan genus Lymnea;
Intermediate Host II: tumbuh-tumbuhan;
Telur dikeluarkan bersama-sama empedu masuk ke usus selanjutnya dikelurkan bersama feses dalam 9-15 hari telur berkembang terus dan menetas menjadi Mirasidium yaitu lava yang mempunyai silia. Dalam 8 jam mirasidium melepaskan kulitnya menjadi sporokista setelah masuk dalam Intermediate Host ke-1 (Lymnea). Sporokista berdiam dalam saekum abdomen dari siput. Di dalam siput terjadi reproduksi aseksual;
Dalam waktu 3 minggu sporokista mengeluarkan anak-anaknya yang disebut Redia I (mother redia). 1 minggu kemudian redia I mengeluarkan anak-anakanya pula yang disebut Redia II (daughter redia). Redia II mengeluarkan anak-anaknya yaitu serkaria , selanjutnya serkarian keluar dari siput dan berenang dalam air mencari tanaman air (Intermediate Host II) lalu mengadakan kistasi menjadi metaserkaria, bentuk ini lebih tahan lama. Dapat pula serkaria mengadakan enkistasi didalam air. Tumbuhan ini mengandung metaserkaria dimakan mamalia dan didalam usus metaserkaria mengadakan enkistasi menjadi/menembus dinding usus ke saekum abdomen, kemudian menembus kapsul Glyson dan masuk jaringan hepar mencari saluran-saluran empedu dan menjadi cacing dewasa. Manusia terinfeksi dengan jalan: makan tanaman diair, minum air dari dasar sungai dan makan hati yang tidak masak.
Patologi dan Gejala Klinik
Gejala terutama waktu metaserkaria menembus parenhim hati hingga terjadi nekrosis. Setelah mencapai saluran empedu terjadi keradanganlokal dan reaksi adenomatous, kemudian terjadi fibrosis;
Bila jumlah cacingnya banyak, menyebabkan pressure anthropi dan obstruksi saluran empedu sehingga menjadi ikterus. Keadaan ini dapat menyababkan portal/peroportal sirrhosis;
Makanan cacing dewasa: Parechym hepar dan darah (0,2 cc/hari/cacing);
Keluhan: sakit kepala, demam dan chill, Urtikaria, sakit substernal/kwadran lateral kanan perut yang menjalar ke punggung dan lengan;
Fisik: Hematomegali, Ikterus, diare, anemia, Eosinopilia.
Pencegahan
Memasak sayuran dengan baik dan benar;
Pengobatan terhadap penderita (manusia dan hewan);
Membunuh siput dengan kupri sulfat 1/50000.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Hari/tanggal : Jumat, 05 April 2013
Waktu : 09.00-11.00 WITA
Tempat : Lab. Mikrobiologi Lingkungan Jurusan Kesling
B. Jenis kegiatan
Pengamatan Filum Platyhelminthes Kelas Cestoda dan Trematoda
C. Alat dan Bahan
1. Mikroskop;
2. Mikroskop listrik;
3. Preparat;
4. Alat tulis;
5. Buku catatan;
6. Gelas awetan cacing.
D. Uraian Kegiatan
1. Mendengarkan pengarahan dari pembimbing praktikum;
2. Mikroskop dan preparat telah dipersiapkan oleh pembimbing;
3. Praktikan langsung mengamati preparat yang terlihat di mikroskop;
4. Praktikan menggambar preparat yang terlihat di mikroskop;
5. Praktikan memberi nama pada masing-masing gambar preparat;
6. Praktikan menganalisis gambar/ data sebagai data hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 1991. Parasitologi Medik Jilid 2. Penertbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Institut Pertanian Bogor 2013. Karya Tulis. Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lynne S. Garcia dkk. 1996. Diagnostik Parasitologi Kedokteran, EGC: Jakarta
Parasitologi kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Oleh Djaenudin Natadisastra,dr.,Sp.Park & Prof. Dr. Ridad Agoes, MPH
Prasetyo Heru,1996. Pengantar Praktikum Helmintologi Kedokteran,Airlangga University Press: Surabaya
Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku Kedokteran. ECG, Jakarta.
Widyastuti, Retno. 2002. Parasitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta.
No comments:
Post a Comment