Monday, 30 May 2016

FUSI DAN WUJUD PERUBAHAN PADA MORFOFONEMIK



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai tanggung jawab keilmuan kepada peserta didik dalam memberikan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Materi pembelajaran yang disajikan hendaknya mencerminkan kazanah bahasa Indonesia yang selaras dan sejalan dengan perkembangan peradaban rakyat Indonesia. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sebaiknya juga melakukan pengkajian terhadap berbagai persoalan terhadap perkembangan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Salah satu bidang pengkajian bahasa Indonesia yang cukup menarik adalah bidang tata bentukan atau morfologi. Bidang ini menarik untuk dikaji karena perkembangan kata-kata baru yang muncul dalam pemakaian bahasa sering berbenturan dengan kaidah-kaidah yang ada pada bidang tata bentukan ini. Oleh karena itu perlu dikaji ruang lingkup tata bentukan ini agar ketidaksesuaian antara kata-kata yang digunakan oleh para pemakai bahasa dengan kaidah tersebut tidak menimbulkan kesalahan sampai pada tataran makna. Jika terjadi kesalahan sampai pada tataran makna, hal itu akan mengganggu komunikasi yang berlangsung. Bila terjadi gangguan pada kegiatan komunikasi maka gugurlah fungsi utama bahasa yaitu sebagai alat komunikasi. Hal ini tidak boleh terjadi.
Salah satu gejala dalam bidang tata bentukan kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah proses morfofonemik atau morfofonemis. Permasalahan dalam morfonemik cukup variatif, pertemuan antara morfem dasar dengan berbagai afiks sering menimbulkan variasi-variasi yang kadang membingungkan para pemakai bahasa. Sering timbul pertanyaan dari pemakai bahasa, manakah bentukan kata yang sesuai dengan kaidah morfologi. Dan, yang menarik adalah munculnya pendapat yang berbeda dari ahli bahasa yang satu dengan ahli bahasa yang lain. Fenomena itulah yang menarik bagi kami untuk melakukan pengkajian dan memaparkan masalah morfofonemik ini dalam makalah ini

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tipologi morfologis dalam bahasa Indonesia?
2. Apa saja jenis morfofonemik dalam bahasa Indonesia?
3. Bagaimanakah kaidah morfofonemik dalam bahasa Indonesia?
4. Apakah fusi dan wujud perubahan?

C. Maksud dan Tujuan:
1. Untuk mengetahui tipologi morfologis bahasa Indonesia;
2. Mengetahui jenis morfofonemik;
3. Mengetahui kaidah morfofonemik;
4. Mengetahui fusi dan wujud perubahan.

BAB II
URAIAN

A. Tipologi Morfologis
Pengklasifikasian bahasa dapat dilakukan dengan berbagai cara, bergantung pada tujuannya. Klasifikasi bahasa berdasarkan kesamaan ciri-ciri atau tipe-tipenya disebut tipologi bahasa. Tipologi bahasa dapat dilakukan berdasarkan kesamaan ciri-ciri fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Thomas E. Payne dalam bukunyaDescribing Morphosyntax (1997: 20-31) memaparkan tipologi morfologis bahasa

B. Konsep Dasar dalam Morfologi
            Sebelum menjelaskan tipologi morfologis, Payne memberikan penjelasan tentang pengertian morfologi, morfem, morfem terikat, morfem bebas, root, klitik, alomorf, morfofonemik, dan stem. Morfologi merupakan studi tentang bentuk bahasa. Bentuk terkecil dalam morfologi adalah morfem, yaitu bentuk terkecil yang mempunyai makna. Morfem terdiri dari morfem terikat dan morfem bebas. Morfem terikat merupakan morfem yang harus didampingi oleh morfem lain agar jelas fungsi dan maknanya. Morfem terikat dapat berupa afiks atau klitik. Morfem bebas merupakan morfem yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa harus didampingi morfem lain.
            Klitik merupakan salah satu bentuk morfem terikat yang berfungsi pada tataran frasa atau klausa. Contoh klitik dalam bahasa Ingris adalah a dan the. Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal bentuk klitik ¬–nya yang menunjukkan kepemilikan.
            Dalam proses morfologis sebuah kata, ada aturan fonologis yang berperan. Dalam morfologi, hal tersebut disebut aturan morfofonemik. Contohnya, dalam bahasa Inggris, fonem /n/ pada prefiks in- yang digabungkan dengan morfem yang berfonem awal /l/ atau /r/ akan berubah menjadi [r] atau [l].


                        in- + rational → irrational
                        in- + legal → illegal

Dalam bahasa Indonesia, kaidah morfofonemik ini dapat dilihat pada peluluhan fonem tak bersuara pada morfem bebas saat digabungkan dengan afiks meN-.
                        men- + tari → menari
                        men- + tata → menata

            Adanya kaidah bunyi dalam proses pembentukan kata memunculkan variasi bentuk morfem. Variasi morfem ini disebut alomorf. Contohnya, morfem meN- mempunyai alomorf meng-, meny-,mem-, menge-, dan sebagainya.
            Dalam morfologi juga dikenal istilah root dan stem. Root adalah bentuk leksikal dasar dari sebuah kata yang tidak dapat dipisah-pisah.Root biasanya membutuhkan proses infleksional, yang kerap melibatkan prefiks dan sufiks, agar dapat digunakan dalam sebuah kalimat. Contoh root adalah habl- dalam bahasa Spanyol. Habl- tidak dapat langsung digunakan dalam kalimat, ia harus mengalami proses morfologis terlebih dahulu sehingga menjadi habló.
            Stem merupakan bentuk yang terdiri dari setidaknya sebuah rootdan sebuah morfem derivasional. Sama seperti root, stem bisa jadi merupakan sebuah kata yang dapat atau tidak dapat dimaknai secara penuh. Stem dapat berdiri sendiri atau harus mengalami proses morfologis terlebih dahulu. Contohnya, morfem destruct dan constructyang mempunyai root –struct +  prefiks derivasional.
            Dalam morfologi dikenal proses derivasional dan infleksional. Derivasional merupakan proses morfologis yang mengubah sebuah kata ke dalam anggota kelas kata lain atau mengubah ketransitivan kata tersebut. Dalam bahasa Inggris, perubahan kata girl menjadigirly mengalami derivasi, yaitu dari kelas kata nomina menjadi adjektiva. Selain itu, contoh derivasi dapat dilihat pada contoh dalam bahasa Inggris, perubahan dari love menjadi lovely, loveliness, ataulover. Infleksional merupakan proses morfologis yang berfungsi untuk menyesuaikan sebuah kata dalam kedudukannya dalam kalimat. Contohnya, prefiks –s dalam kata girls merupakan penanda jamak, dan prefiks ini dibutuhkan apabila berada dalam kalimat there are five girls in this class.

C. Tipologi Morfologis
            Tipologi morfologis yang pertama dilakukan menghasilkan tiga tipe bahasa, yaitu bahasa isolatif, bahasa aglutinatif, dan bahasa fusional.
1. Bahasa isolatif, yaitu bahasa yang kata-katanya sering terdiri dari satu morfem (Lucy R. Montolalu, et.al., 2005: 181).Contohnya adalah bahasa Inggris dalam kalimat Will you please close the door? Kalimat tersebut kata-katanya terdiri dari satu morfem.
2. Bahasa aglutinatif, yaitu bahasa yang kata-katanya dapat dibagi dalam morfem-morfem tanpa kesulitan (Lucy R. Montolalu,et.al., 2005: 181). Bahasa Indonesia tergolong ke dalam tipe bahasa aglutinatif. Contohnya adalah kata berdandan yang dapat dibagi ke dalam 2 morfem, yaitu ber- + dandan.
3. Bahasa fusional, yaitu bahasa yang menggabungkan beberapa morfem menjadi satu sedemikian rupa sehingga morfem-morfem pembentuk kata tersebut sulit dikenali unsur-unsur pembentuknya (Lucy R. Montolalu, et.al., 2005: 181). Dalam bahasa Inggris dapat dilihat pada kata saw, yang merupakan gabungan dari see + past tense.

Payne (1997: 27-28) mengembangkan tipologi ini ke dalam dua tipe, yaitu sintesis dan fusi.
1. Sintesis, yaitu jumlah morfem yang ada pada satu kata. Bahasa yang cenderung mempunyai satu morfem dalam satu kata disebut tipe isolasi dan yang mempunyai lebih dari satu morfem disebut tipe polisintetis. Bahasa Cina merupakan contoh tipe isolasi. Bahasa Inuit (Eskimo) merupakan contoh bahasa polisintetis.
2. Fusi, yaitu tipe bahasa yang didasarkan pada derajat fusi yang ada pada satu kata. Contohnya, morfem –ó pada kata habló dalam bahasa Spanyol dapat mencakup makna orang ketiga, tunggal, kala lampau, aspek perfektif. Apabila salah satu komponen makna ini berubah, sufiksnya pun harus berubah. Namun, dalam bahasa Indonesia, misalnya, satu morfem prefiks menunjukkan satu makna sehingga bahasa indonesia digolongkan ke dalam bahasa aglutinatif.

D. Peristiwa Morfofonemik
Proses morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfonemik dalam bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks (Kridalaksana, 2007:183).
Peristiwa morfonemik dalam bahasa Indonesia dapat kita lihat misalnya pada prefiks me- . Dalam proses afiksasi, prefiks me- tersebut akan berubah menjadi mem-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut aturan-aturan fonologis tertentu. Istilah “morfofonemis” menunjukkan kaidah yang menyesuaikan bentuk-bentuk alomorf-alomorf yang bersangkutan secara fonemis. 

E. Jenis Morfofonemik
Kridalaksana memberikan perubahan-perubahan fonem yang terjadi akibat pertemuan morfem itu dapat digolongkan dalam sepuluh proses, yaitu:
1. Pemunculan fonem
2. Pengekalan fonem
3. Pemunculan dan pengekalan fonem
4. Pergeseran fonem
5. Perubahan dan pergeseran fonem
6. Pelesapan fonem
7. Peluluhan fonem
8. Penyisipan fonem secara historis
9. Pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing
10. Variasi fonem bahasa sumber

Sedangkan Abdul Chaer membagi perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dalam lima wujud, yaitu:
1. Pemunculan fonem
2. Pelesapan fonem
3. Peluluhan fonem
4. Perubahan fonem
5. Pergeseran fonem

Berbeda dengan kedua ahli bahasa sebelumnya, Zaenal Arifin dan Junaiyah memaparkan peristiwa morfofonemik dari afiks-afiks dan kata bentukan pada afiksasi tersebut. Sehingga munculah morfofonemik pada prefiks meng-, per-, ber-, dan ter- beserta morfofonemik yang terjadi akibat pertemuan afiks-afiks tersebut dengan fonem tertentu pada dasarnya.

F. Kaidah Morfofonemik
1. Menurut Harimurti Kridalaksana :
a. Pemunculan fonem
Proses morfofonemik yang paling banyak terjadi ialah pemunculan fonem. Fonem yang muncul itu sama tipenya (homorgan) dengan fonem awal dalam morfem dasar. Perubahan morfofonemik semacam itu menimbulkan alomorf-alomorf dari morfem yang bersangkutan. Contoh :
1) Pemunculan bunyi luncur /y/ pada kata : ketinggiyan, tepi yan, penanti yan
2) Pemunculan bunyi luncur /w/ pada kata : kepulau wan, serbu wan, pertoko wan
3) Pemunculan /a/ pada penggabungan morfem dasar ayah dan prefiks anda :/ ayahanda/
4) Pemunculan /n/ pada pertemuan morfem dasar diri dengan prefiks se-: /sendiri/
5) Pemunculan /m/ pada pertemuan morfem dasar barang dengan prefiks se- : /sembarang/
6) Pemunculan /m/ pada penggabungan morfem dasar yang diawali dengan /b/, /f/, dan /p/ yang bergabung dengan prefiks me-, pe-, dan pe-an : membeli, memperbarui, memfitnah, pemberian
7) Pemunculan /n/ yang terjadi bila morfem dasar diawali oleh konsonan /t/ dan /d/ bergabung dengan /me-/, /pe-/, maupun /pe-an/, contoh : pendengar, mendapat, pendalaman.
8) Pemunculan /n/ pada penggabungan morfem dasar yang diawali dengan /c/, dan /j/ yang bergabung dengan prefiks me-, pe-, dan pe-an : mencari, pencuri, pencarian
9) Pemunculan /ng/ pada penggabungan morfem dasar yang diawali dengan /g/, /x/, dan /h/ yang bergabung dengan prefiks me-, pe-, dan pe-an : mengkoordinir, penggugat, pengkhususan, penghapus
b. Pengekalan fonem
Proses pengekalan fonem terjadi bila proses penggabungan morfem tidak terjadi apa-apa, baik pada morfem dasar maupun afiks. Morfem dasar dan morfem terikat itu dikekalkan dalam bentuk baru yang lebih konkret.
1) Pengekalan fonem terjadi pada morfem dasar /y/, /r/, /l/, /w/, atau nasal bergabung dengan /me-/, /pe-/, contoh : meyakinkan, peramal, pelempar, pewarna.
2) Pengekalan fonem terjadi bila morfem dasar yang berakhir dengan /a/ bergabung dengan konsonan ke-an, contoh : kerajaan, keadaan, kelamaan.
3) Pengekalan fonem terjadi bila afiks ber-, per-, atau ter- bergabung dengan kecuali ajar, anjur, atau yang diwakili konsonan /r/ atau suku kata pertamanya berakhir mengandung /r/ contohnya : bermain, tersalip, pertanda
4) Pengekalan fonem terjadi bila afiks se- bergabung dengan morfem dasar, contohnya : searah, seumur, sebutir
5) Pengekalan fonem terjadi bila afiks –man, -wan, dan –wati bergabung dengan morfem dasar, contohnya : seniman, peragawati, wartawan
c. pemunculan dan pengekalan fonem
Pemunculan dan pengekalan fonem ialah proses pemunculan fonem yang homorgan dengan fonem pertama morf dasar dan sekaligus pengekalan fonem pertama morf dasar tersebut.
1) Pemunculan /ng/ dan pengekalan /k/ contohnya : mengkukur, pengkaji
2) Pemunculan /ng/ dan pengekalan /’/ contohnya : mengarang, pengukur

d. Pergeseran fonem
Pergeseran posisi fonem terjadi bila komponen dari morfem dasar dan bagian dari afiks membentuk satu suku kata. Pergeseran ini dapat terjadi ke depan, ke belakang, atau dengan pemecahan.
1) Pergeseran ke belakang : /baik/ + /per-i/  = per-ba-i-ki; /bakar/ + /ke-an/  ke-ba-ka-ran
2) Pergeseran ke depan : /ibu/ + /-nda/ =  i-bun-da
3) Pemecahan suku kata : /gembung/ + /-l-/ = ge-lem-bung; /gigi/ + /-r-/ = gerigi
e. perubahan dan pergeseran fonem
Perubahan dan pergesaran posisi fonem terjadi pada proses penggabungan morfem dasar yang berakhir dengan konsonan dengan afiks yang berawal dengan vokal.
1) Perubahan dari fonem /’/ menjadi fonem /k/. 
Contohnya : /me-i/ + /nai’/ = me-na-i-ki; /ke-an/ + /dudu’/ = ke-du-du-kan
2) Perubahan dari fonem /r/ menjadi fonem /l/ pada afiks ber-, per-, dan per-an. Contohnya : /ber-/ + /’ajar/ = be-la-jar; /per-/ + /’ajar/ = pe-la-jar; /per-an/ + /’ajar/ = pe-la-ja-ran
f. pelesapan fonem
Proses pelesapan fonem terjadi bila morfem dasar atau afiks melesap pada saat terjadi penggabungan morfem.
1) Pelesapan fonem /k/ atau /h/ terjadi bila morfem dasar yang berakhir pada konsonan tersebut bergabung dengan sufiks yang berasal dari konsonan juga. Contoh : /’anak/ + /-nda/ = ananda; /sejarah/ + /wan/ = sejarawan 
g. peluluhan fonem
Proses peluluhan fonem terjadi bila proses penggabungan morfem dasar dengan afiks membentuk fonem baru.
1) Peluluhan fonem awal /k/ bila morfem dasar tersebut bergabung digabung dengan afiks /me-/, /me-kan/, /me-i/, /pe-/, dan /pe-an/. Contoh : /me-/ + /karang/ = mengarang; /me-kan/ + /kirim/ = mengirimkan; /me-i/ + /kurang/ = mengurangi; /pe-/ + /karang/ = pengarang; /pe-an/ + kurang/ = pengurangan
2) Peluluhan fonem awal /p/ bila morfem dasar tersebut bergabung dengan afiks /me-/, /me-kan/, /me-i/, /pe-/, dan /pe-an/. Contohnya : /me-/ + /pilih/ = memilih; /me-kan/ + /piker/ = memikirkan; /me-i/ + /perang/ =  memerangi; /pe-/ + /pahat/ = pemahat/pe-an/ + /putih/ = pemutihan
3) Peluluhan fonem /s/ terjadi pada penggabungan dengan afiks /me-/, /me-kan/, /me-i/, /pe-/, dan /pe-an/. Contohnya : /me-/ + /sayur/ = menyayur; /me-kan/ + /saksi/ = menyaksikan; /me-i/ + /sakit/ = menyakiti; /pe-/ + /susun/ = penyusun; /pe-an/ + /salur/ = penyaluran 
h. Penyisipan fonem secara historis
Penyisipan terjadi bila morfem dasar yang berasal dari bahasa asing diberi afiks yang berasal dari bahasa asing. Contoh : /standar/ + /-isasi/ = satndardisasi; /objek/ + /if/ = objektif; /impir/ + /ir/ = importir
i. Pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing
Pemunculan fonem akibat dari mengikuti pola morfofonemik bahasa asing.
j. Variasi fonem bahasa sumber
Variasi fonem ini mengikuti pola bahasa sumber dan memiliki makna sama dengan bahasa sumber.

2. Menurut Abdul Chaer
Bahasan Abdul Chaer mengenai kaidah morfofonemik dalam bahasa Indonesia pada dasarnya sama dengan pembahasan yang diberikan oleh Kridalaksana. Namun Abdul Chaer hanya memerikan proses morfofonemik ke dalam lima peristiwa, yaitu (1) pemunculan fonem; (2) pelesapan fonem; (3) peluluhan fonem; (4) perubahan fonem; (5) pergeseran fonem.
Lebih jauh Abdul Chaer menegaskan bahwa seperti tampak pada namanya, yang merupakan gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau morfologi dan fonemik, bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi tetapi sebenarnya lebih banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Masalah morfofonemik ini terdapat hampir di semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis.
3. Menurut Verhaar
Verhaar dalam Asas-Asas Linguistik Umum tidak banyak mengulas morfofonemik ini. Dia hanya menyampaikab bahwa istilah morfofonemis sudah menunjukkan bahwa kaidah tersebut menyesuaikan bentuk alomorf-alomorf yang bersangkutan secara fonemis. Contoh tentang men- dalam morfologi Indonesia, sebelum /m/ dan /b/ menjadi mem- sehingga homorgan dengan fonem pertama bentuk dasar; atau sebelum vokal menjadi /meng-/ sebelum /s/ menjadi /meny-/ dan seterusnya demikian.
Lebih lanjut Verhaar menyampaikan bahwa alomorf-alomorf imbuhan men- dalam bahasa Indonesia yang menjadi mem- sebelum /m/ dan /b/, hal itu boleh dipandang sebagai hal fonemis semata-mata, karena kehomorganan, yaitu homorgan artikulasinya. Pendek kata kaidah morfofonemis adalah fonemis hanya sejauh kaidah tersebut dapat dirumuskan dengan mengacu pada fonem-fonem saja.
4. Menurut Zaenal Arifin dan Junaiyah 
Kedua ahli bahasa ini mengelompokkan proses morfofonemik pada afiks-afiks yang mengalaminya.
a. Morfofonemik Prefiks meng-
Ada tujuh peristiwa morfofonemik pada prefiks meng-, yaitu :
1) Jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /a/, /i/, /u/, /e/, /o/, /k/, /h/, /x/ bentuk meng- tetap meng-/men-/. Misalnya : mengawali, mengikuti, mengubah, mengekor, mengarang, menghitung
2) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /l/, /m/, /n/, /r/, /y/, atau /w/, bentuk tersebut akan menjadi me- Misalnya : melalui, meronta, meyakini, mewariskan
3) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /d/, atau /t/, prefiks tersebut berubah menjadi men- Misalnya : mendengar, menulis
4) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /b/, /p/, atau /f/, prefiks tersebut berubah menjadi mem- Misalnya : membawa, memarkir, memfitnah
Fonem /f/ berasal dari bahasa asing maka tidak diluluhkan. Pada kata patuhi dan pakai, fonem /p/ luluh. Akan tetapi, peluluhan itu tidak terjadi jika fonem /p/ merupakan bentuk yang mengawali prefiks per- atau dasarnya berawal dengan per- dan pe- tertentu. Misalnya : mempelajari, memperbincangkan
5) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /c/, /j/, dan /s/, bentuk meng- berubah menjadi men-, meny-, men-, Misalnya : mencubit, mencopot, menjadikan, menjajakan, menyapu
6) Jika prefiks meng- ditambahkan pada dasar yang bersuku satu, bentuk meng- berubah menjadi menge- Misalnya : mengetik, mengerem, mengepel, mengebom
7) Jika verba yang berdasar tunggal direduplikasi, dasarnya diulangi dengan mempertahankan peluluhan konsonan pertamanya. Dasar yang bersuku satu mempertahankan unsur nge- di depan dasar yang direduplikasi. Sufiks (jika ada) tidak ikut direduplikasi, misalnya : menulis-nulis, menari-nari, mengelap-ngelap

b. Morfofonemik Prefiks per-
Ada tiga peristiwa morfofonemik pada prefiks per-, yaitu:
1) Prefiks per- berubah menjadi pe- apabila ditambahkan pada dasar yang dimulai fonem /r/ atau dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/ Misalnya : perasa, peraba, pekerja, peserta
2) Prefiks per- berubah menjadi pel- apabila ditambahkan pada bentuk dasar ajar. Misalnya : per- + ajari = pelajari
3) Prefiks per- tidak mengalami perubahan bentuk jika bergabung dengan dasar lain di luar kaidah 1 dan 2 di atas.  Misalnya : perdalam, perluas, perkaya, perindah, perbaiki


c. Morfofonemik Prefiks ber-
Ada empat peristiwa morfofonemik pada prefiks ber-, yaitu :
1) Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang dimulai dengan fonem /r/ Misalnya : beransel, berupa, berenang, berendam
2) Prefks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /er/Misalnya : ber + kerja = bekerja; ber + serta = beserta. Bandingkan dengan : ber + karya = berkarya; ber + kurban = berkurban, dalam kedua kata tersebut prefiks ber tidak berubah karena suku pertamanya tidak berakhir dengan /er/ tetapi /ar/ dan /ur/.
3) Prefiks ber- berubah menjadi bel- jika ditambahkan pada dasar tertentu. Misalnya : ber + ajar = belajar
4) Prefiks ber- tidak berubah bentuknya apabila digunakan dengan dasar di luar kaidah 1-3 di atas.Misalnya : ber + layar = berlayar; ber +main = bermain; ber+peran = berperan

d. Morfofonemik Prefiks ter-
Morfofonemik ter mengalami dua peristiwa morfofonemik yaitu:
1) Jika suku pertama kata dasar berakhir dengan bunyi /er/, fonem /r/ pada prefiks ter- ada yang muncul dan ada pula yang tidak. Misalnya : ter + percaya = terpercaya; ter + cermin = tercermin
2) Di luar kaidah di atas, ter- tidak berubah bentuknya. Misalnya : ter + pilih = terpilih; ter + bawa = terbawa

BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Peristiwa morfofenemik pada dasarnya adalah proses berubahnya sebuah fonem dalam pembentukan kata yang terjadi karena proses afiksasi karena pertemuan antara morfem dasar dengan afiks.
2. Morfofonemik terdapat pada setiap bahasa yang mengalami proses morfologi.
3. Morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi pada proses morofologis sehingga dibahas pada bidang morfologi.
4. Analisis terhadap peristiwa morfofonemik perlu dilakukan agar dapat diketahui kaidah pembentukan kata yang benar dalam pemakaian bahasa serta dalam upaya memperkaya kasanah bahasa Indonesia.

B. Saran
1. Untuk para mahasiswa dan mahasiswi lebih giat memperbaharui kosakata dari pembentukan morfofonemik agar sesuai kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Sebagai calon guru Bahasa Indonesia sebaiknya bisa menempatkan bahasa di lingkup masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2007. Morfologi :Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:PT Grasindo.
2. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta.
3. Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
4. Verhaar. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 
5. Payne, Thomas E. 1997. Describing Morphosyntax. Cambridge: Cambridge University Press.
6. Kushartanti, et.al. ed. 2005. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment